Recent Article

Pengertian Tentang Zakat dan Zakat Fitrah

Sebelum masuk ke Zakat Fitrah ada baiknya kita tengok sejenak tentang pengertian zakat. Zakat diambil dari kata zakkaa, yuzakkii yang berarti membersihkan dalam hal ini adalah harta benda. Menurut istilah agama islam zakat adalah mengeluarkan sebagian harta atau bahan makanan pokok menurut ketentuan dan ukuran yang ditentukan oleh syari’at Agama Islam. Bagi orang muslim zakat adalah kewajiban pribadi (fardlu ain) dan termasuk rukun islam yang ke 4. Membayar zakat dimulai pada tahun ke 2 Hijriah.

Zakat itu sendiri dibagi 2 yaitu zakat fitrah dan zakat mal. Namun kali ini kita singgung tentang zakat fitrah. Zakat fitrah atau disebut juga dengan zakat jiwa yang artinya adalah untuk menyucikan badan atau jiwa. Dengan kata lain membayar zakat fitrah merupakan kewajiban bagi setiap muslim baik kaya atau miskin, laki-laki dan perempuan, tua dan muda, merdeka atau hamba untuk mengeluarkan sebagian dari makanan pokok menurut syari’at agama islam setelah mengerjakan puasa bulan Ramadhan pada setiap tahun. Ukuran zakat fitrah adalah satu gantang (sha’) untuk setiap muzakki atau kira-kira 3,5 liter.

Bagi setiap muslim yang melihat matahari terbenam di akhir bulan Ramadhan atau mendapati awal bulan syawal, maka wajib baginya untuk membayar zakat fitrah untuk dirinya dan yang ditanggung dengan syarat bahwa ada kelebihan makanan dari makanan yang sederhana pada hari raya Idul Fitri. Oleh karena itu, apapun yang datang setelah matahari tenggelam pada akhir Ramadhan, tidak wajib membayar zakat fitrah, yaitu:
1. anak yang lahir
2. nikah, yang menyebabkan adanya tanggungan istri
3. memilki budak
4. kaya
5. Islam

Namun tidak pula gugur zakatnya, apapun yang terjadi setelah matahari terbenam, yaitu:
1. mati
2. merdeka
3. talak
4. sebab2 yang menghilangkan hak milik, seperti menjual kekayaan dll.

Maksud dari poin-poin di atas adalah jika ada seorang anak terlahir sebelum matahari tenggelam di akhir Ramadhan, maka ia wajib dibayarkan zakat fitrahnya dan menjadi tanggungan orang tuanya, namun jika setelah matahari tenggelam, maka tidak ada kewajiban membayar zakat fitrah. Demikian juga apabila muslim meninggal setelah matahari terbenam di akhir Ramadhan maka ia tetap berkewajiban Zakat Fitrah.

Kapan waktu membayar zakat fitrah? Sebagian ulama’ berpendapat bahwa untuk membayar zakat fitrah ada 5 macam:
1. Waktu jawaz (boleh) : sejak awal Ramadhan
2. Waktu Wajib : bila matahari telah terbenam di akhir Ramadhan
3. Waktu Afdhal (utama): Sebelum kaum muslimin keluar untuk melaksanakan shalat hari raya idul fitri
4. Waktu Makruh: setelah selesai shalat hari raya idul fitri
5. Waktu Haram: sesudah hari raya (satu hari setelah hari raya)

Siapakah yang berhak menerima zakat?
Dalam Al Qur’an QS At Taubah 60: Allah berfirman:
“Hanya sedekah-sedekah itu (zakat) diberikan kepada fakir miskin, orang yang bekerja mengurus zakat (amil), orang-orang yang hatinya mulai terpau dengan islam (muallaf), budak-budak, orang-orang yang berhutang, orang-orang yang di jalan Allah, serta kepada orang-orang yang dalam perjalanan.”

Keterangan:
Zakat tidak boleh diberikan kecuali kepada orang yang berhak menerimanya,
mereka adalah orang-orang miskin berdasarkan hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu
'anhuma. "Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam zakat fithri sebagai
pembersih (diri) bagi yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan perbuatan
kotor dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin"[2] Pendapat inilah yang
dipilih oleh Syaikhul Islam di dalam Majmu' Fatawa 2/71-78 serta murid
beliau Ibnul Qayyim pada kitabnya yang bagus Zaadul Ma'ad 2/44.

Sebagian Ahlul ilmi berpedapat bahwa zakat fithri diberikan kepada delapan
golongan, tetapi (pendapat) ini tidak ada dalilnya. Dan Syaikhul Islam telah
membantahnya pada kitab yang telah disebutkan baru saja, maka lihatlah ia,
karena hal tersebut sangat penting.

Termasuk amalan sunnah jika ada seseorang yang bertugas mengumpulkan zakat
tersebut (untuk dibagikan kepada yang berhak, -pent). Sungguh Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mewakilkan kepada Abu Hurairah
Radhiyallahu 'anhu, ia berkata : Rasulullah mengkhabarkan kepadaku agar aku
menjaga zakat Ramadhan" [Dikeluarkan oleh Bukhari 4/396]

Dan sungguh dahulu pernah Ibnu Umar radhiyallahu 'anuma mengeluarkan zakat
kepada orang-orang yang menangani zakat dan mereka adalah panitia yang
dibentuk oleh Imam (pemerintah, -pent) untuk mengumpulkannya. Beliau (Ibnu
Umar) mengeluarkan zakatnya satu hari atau dua hari sebelum Idul fithri,
dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah 4/83 dari jalan Abdul Warits dari Ayyub, aku
katakan : "Kapankah Ibnu Umar mengeluarkan satu gantang ?" Berkata Ayyub :
"Apabila petugas telah duduk (bertugas)". Aku katakan : 'Kapankah petugas
itu mulai bertugas?" Beliau menjawab : "Satu hari atau dua hari sebelum Idul
Fithri".
Disalin dari Porsi Pembagian Zakat Fitrah dan Mal

Orang yang tidak wajib dibayarkan zakat fitrah:
1. Istri yang durhaka; maka gugur kewajiban suaminya untuk menafkahinya
2. Istri yang kaya
3. Anak yang kaya, karena mampu bayar sendiri, namun boleh juga orang tuanya mengeluarkan baginya zakat fitrah
4. Anak yang sudah besar (mampu menafkahi diri sendiru atau sudah berusaha)
5. Budah yang kafir
6. Murtad (keluar dari Islam)

Siapakah yang tidak boleh menerima zakat fitrah?
1. orang yang kaya harta benda dan uang
2. Budak (selain budak mukatab). Budak Mukatab yaitu budak yang bisa merdeka dengan syarat tertentu, adapun budak qin adalah budak asli: seluruh hidup dan tubuhnya melekat nama budak; budak mudabbir: bisa merdeka setelah tuannya meninggal
3. Bani Muthalib
4. Bani Hasyim
5. Orang Kafir
6. Orang kuat untuk berusaha
7. Nabi Muhammad SAW

Demikian pengertian singkat dari zakat dan zakat fitrah, kalau banyak kekurangan saya mohon maaf karena keterbatasan saya dan silahkan di share, semoga bermanfaat bagi kita semua. Oh ya silahkan download jadwal puasa Ramadhan 2009 dan lagu religi Ramadhan 2009 bagi anda yang belum punya...

Wallahu a’lam bishowaf..
{[['']]}

Balasan meninggalkan puasa Ramadhan


Puasa dalam bahasa Arab disebut dengan “shaum”. Shaum secara bahasa bermakna imsak (menahan diri) dari makan, minum, berbicara, nikah dan berjalan. Sebagaimana makna ini dapat kita lihat pada firman Allah Ta’ala,

“Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini” (QS. Maryam: 26).

Sedangkan secara istilah shaum bermakna menahan diri dari segala pembatal dengan tata cara yang khusus.[1]

Puasa Ramadhan itu wajib bagi setiap muslim yang baligh (dewasa), berakal, dalam keadaan sehat, dan dalam keadaan mukim (tidak melakukan safar/ perjalanan jauh)[2]. Yang menunjukkan bahwa puasa Ramadhan adalah wajib adalah dalil Al Qur’an, As Sunnah bahkan kesepakatan para ulama (ijma’ ulama)[3].

Di antara dalil dari Al Qur’an adalah firman Allah Ta’ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah : 183)

فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

“Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al Baqarah: 185)

Dalil dari As Sunnah adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ ، وَالْحَجِّ ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ

“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya; menegakkan shalat; menunaikan zakat; menunaikan haji; dan berpuasa di bulan Ramadhan.”[4]

Hal ini dapat dilihat pula pada pertanyaan seorang Arab Badui kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Orang badui ini datang menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan berambut kusut, kemudian dia berkata kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,”Beritahukan aku mengenai puasa yang Allah wajibkan padaku.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

شَهْرَ رَمَضَانَ ، إِلاَّ أَنْ تَطَّوَّعَ شَيْئًا

”(Puasa yang wajib bagimu adalah) puasa Ramadhan. Jika engkau menghendaki untuk melakukan puasa sunnah (maka lakukanlah).”[5]


Peringatan bagi Orang yang Sengaja Membatalkan Puasa

Pada zaman ini kita sering melihat sebagian di antara kaum muslimin yang meremehkan kewajiban puasa yang agung ini. Bahkan di jalan-jalan ataupun tempat-tempat umum, ada yang mengaku muslim, namun tidak melakukan kewajiban ini atau sengaja membatalkannya. Mereka malah terang-terangan makan dan minum di tengah-tengah saudara mereka yang sedang berpuasa tanpa merasa berdosa. Padahal mereka adalah orang-orang yang diwajibkan untuk berpuasa dan tidak punya halangan sama sekali. Mereka adalah orang-orang yang bukan sedang bepergian jauh, bukan sedang berbaring di tempat tidur karena sakit dan bukan pula orang yang sedang mendapatkan halangan haidh atau nifas. Mereka semua adalah orang yang mampu untuk berpuasa.

Sebagai peringatan bagi saudara-saudaraku yang masih saja enggan untuk menahan lapar dan dahaga pada bulan yang diwajibkan puasa bagi mereka, kami bawakan sebuah kisah dari sahabat Abu Umamah Al Bahili radhiyallahu ‘anhu.

Abu Umamah menuturkan bahwa beliau mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بينا أنا نائم إذ أتاني رجلان ، فأخذا بضبعي، فأتيا بي جبلا وعرا ، فقالا : اصعد ، فقلت : إني لا أطيقه ، فقالا : إنا سنسهله لك ، فصعدت حتى إذا كنت في سواء الجبل إذا بأصوات شديدة ، قلت : ما هذه الأصوات ؟ قالوا : هذا عواء أهل النار ، ثم انطلق بي ، فإذا أنا بقوم معلقين بعراقيبهم ، مشققة أشداقهم ، تسيل أشداقهم دما قال : قلت : من هؤلاء ؟ قال : هؤلاء الذين يفطرون قبل تحلة صومهم

”Ketika aku tidur, aku didatangi oleh dua orang laki-laki, lalu keduanya menarik lenganku dan membawaku ke gunung yang terjal. Keduanya berkata, ”Naiklah”. Lalu kukatakan, ”Sesungguhnya aku tidak mampu.” Kemudian keduanya berkata,”Kami akan memudahkanmu”. Maka aku pun menaikinya sehingga ketika aku sampai di kegelapan gunung, tiba-tiba ada suara yang sangat keras. Lalu aku bertanya,”Suara apa itu?” Mereka menjawab,”Itu adalah suara jeritan para penghuni neraka.”

Kemudian dibawalah aku berjalan-jalan dan aku sudah bersama orang-orang yang bergantungan pada urat besar di atas tumit mereka, mulut mereka robek, dan dari robekan itu mengalirlah darah. Kemudian aku (Abu Umamah) bertanya,”Siapakah mereka itu?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,”Mereka adalah orang-orang yang berbuka (membatalkan puasa) sebelum tiba waktunya.”[8]

Lihatlah siksaan bagi orang yang membatalkan puasa dengan sengaja dalam hadits ini, maka bagaimana lagi dengan orang yang enggan berpuasa sejak awal Ramadhan dan tidak pernah berpuasa sama sekali. Renungkanlah hal ini, wahai saudaraku!

Perlu diketahui pula bahwa meninggalkan puasa Ramadhan termasuk dosa yang amat berbahaya karena puasa Ramadhan adalah puasa wajib dan merupakan salah satu rukun Islam. Para ulama pun mengatakan bahwa dosa meninggalkan salah satu rukun Islam lebih besar dari dosa besar lainnya[9].

Adz Dzahabi sampai-sampai mengatakan, “Siapa saja yang sengaja tidak berpuasa Ramadhan, bukan karena sakit (atau udzur lainnya, -pen), maka dosa yang dilakukan lebih jelek dari dosa berzina, lebih jelek dari dosa menegak minuman keras, bahkan orang seperti ini diragukan keislamannya dan disangka sebagai orang-orang munafik dan sempalan.”[10]

Adapun hadits,

مَنْ أَفْطَرَ يَوْمًا مِنْ رَمَضَانَ ، مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ وَلاَ مَرَضٍ لَمْ يَقْضِهِ صِيَامُ الدَّهْرِ ، وَإِنْ صَامَهُ

“Barangsiapa berbuka di siang hari bulan Ramadhan tanpa ada udzur (alasan) dan bukan pula karena sakit, maka perbuatan semacam ini tidak bisa digantikan dengan puasa setahun penuh jika dia memang mampu melakukannya”; adalah hadits yang dho’if sebagaimana disebutkan oleh mayoritas ulama.[11]

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

(muslim.or.id)

[1] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/9904.

[2] Shahih Fiqh Sunnah, 2/ 88.

[3] Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/9904.

[4] HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16, dari ‘Abdullah bin ‘Umar.

[5] HR. Bukhari no. 6956, dari Tholhah bin ‘Ubaidillah.

[6] Ar Roudhotun Nadiyah, hal. 318.

[7] Shahih Fiqh Sunnah, 2/ 89.

[8] HR. Ibnu Khuzaimah dalam shahihnya 7/263, Al Hakim 1/595 dalam mustadroknya. Adz Dzahabi mengatakan bahwa hadits ini shahih sesuai syarat Muslim namun tidak dikeluarkan olehnya. Penulis kitab Shifat Shaum Nabi (hal. 25) mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.

[9] Demikianlah yang dijelaskan Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin dalam beberapa penjelasan beliau.

[10] Fiqih Sunnah, Sayyid Sabiq, 1/434, Mawqi’ Ya’sub, Asy Syamilah

[11] HR. Abu Daud no. 2396, Tirmidzi no. 723, Ibnu Majah no. 1672, Ahmad 2/386. Hadits tersebut disebutkan oleh Bukhari secara mu’allaq (tanpa sanad) dalam kitab shahihnya dengan lafazh tamrid (tidak tegas) dari Abu Hurairah dan dikatakan marfu’ (sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam). Juga perkataan semacam ini dikatakan oleh Ibnu Mas’ud.

Ibnu Hazm dalam Al Muhalla (6/183) mengatakan, “Kami tidak berpegang dengan hadits tersebut karena di dalamnya terdapat Abu Muthawwis yang tidak dikenal ‘adl-nya (kesholihannya). Kami pun tidak berpegang dengan yang dho’if.” Hadits ini juga dinilai dho’if oleh Ibnu ‘Abdil Barr dalam At Tamhid (7/173). Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut dho’if sebagaimana dalam Dho’if At Targhib wa At Tarhib no. 605.
{[['']]}

Nilai Bekerja Dalam Islam

Anas bin Malik meriwayatkan bahwa seorang lelaki dari kaum Anshar datang menghadap Rasulullah saw dan meminta sesuatu kepada beliau. Rasulullah bertanya kepada lelaki tersebut, "Adakah sesuatu di rumahmu?"

"Ada, ya Rasulullah!" jawabnya, "Saya mempunyai sehelai kain tebal, yang sebagian kami gunakan untuk selimut dan sebagian kami jadikan alas tidur. Selain itu saya juga mempunyai sebuah mangkuk besar yang kami pakai untuk minum."

"Bawalah kemari kedua barang tersebut," sambung Rasulullah.

Lelaki itu membawa barang miliknya dan menyerahkannya kepada Rasulullah. Setelah barang diterima, Rasulullah segera melelangnya. Kepada para sahabat yang hadir pada saat itu beliau menawarkan, siapakah yang mau membeli.

Salah seorang menawar kedua barang itu dengan harga satu dirham. Tetapi Rasulullah menawarkan lagi, barangkali ada yang sanggup membeli lebih dari satu dirham, "Dua atau tiga dirham?" tanya Rasulullah kepada para hadirin sampai dua kali. Inilah lelang pertama kali yang dilakukan Rasulullah.

Tiba-tiba ada salah seorang sahabat menyahut, "Saya beli keduanya dengan harga dua dirham."

Rasulullah menyerahkan kedua barang itu kepada si pembeli dan menerima uangnya. Uang itu lalu beliau serahkan kepada lelaki Anshar tersebut, seraya berkata, "Belikan satu dirham untuk keperluanmu dan satu dirham lagi belikan sebuah kapak dan engkau kembali lagi ke sini."

Tak lama kemudian orang tersebut kembali menemui Rasulullah dengan membawa kapak. Beliau melengkapi kapak itu dengan membuatkan gagangnya terlebih dahulu, lantas berkata: "Pergilah mencari kayu bakar, lalu hasilnya kamu jual di pasar, dan jangan menemui aku sampai dua pekan."

Lelaki itu taat melaksanakan perintah Rasulullah. Setelah dua pekan ia menemui kembali Rasulullah untuk melaporkan hasil kerjanya. Lelaki itu menuturkan bahwa selama dua pekan itu ia telah berhasil mengumpulkan uang sepuluh dirham setelah sebagian dibelikan makanan dan pakaian.

Mendengar penuturan lelaki Anshar itu, Rasulullah bersabda, "Pekerjaanmu ini lebih baik bagimu daripada kamu datang sebagai pengemis, yang akan membuat cacat di wajahmu kelak pada hari kiamat."

Melalui kisah ini kita diberi pelajaran oleh Rasulullah tentang arti pentingnya kerja. Bekerja dalam Islam bukan sekadar untuk memenuhi kebutuhan perut, tapi juga untuk memelihara harga diri, martabat kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi. Oleh karenanya, bekerja dalam Islam menempati posisi yang mulia.

Islam sangat menghargai kerja atau usaha. Sedemikian tingginya penghargaan itu sehingga orang yang bersungguh-sungguh bekerja disejajarkan dengan mujahid fi sabilillah. Kerja tidak hanya menghasilkan nafkah materi, tapi juga pahala, bahkan maghfirah dari Allah swt.

Kerja juga berkait dengan martabat manusia. Seorang yang telah bekerja dan bersungguh-sungguh dalam pekerjaannya akan bertambah martabat dan kemuliannya. Sebaliknya, orang yang tidak bekerja alias menganggur, selain kehilangan martabat dan harga diri di hadapan dirinya sendiri, juga di hadapan orang lain. Jatuhnya harkat dan harga diri akan menjerumuskan manusia pada perbuatan hina. Salah satunya adalah meminta-minta. Perbuatan ini merupakan kehinaan, baik di sisi manusia maupun di sisi Allah swt. Orang yang meminta-minta kepada sesama manusia tidak saja hina di dunia, tapi juga akan dihinakan Allah kelak di akhirat.

Bekerja, selain mendatangkan pahala juga memberi banyak manfaat lain. Dengan bekerja seseorang akan selalu berpikir untuk memperbaiki mutu pekerjaannya. Dengan demikian maka tidak ada lagi sisa waktu untuk berandai-andai, berkhayal dan melamun. Sebaliknya, bagi orang-orang yang menganggur, berkhayal merupakan kesibukan yang menghabiskan waktunya. Padahal diketahui bahwa berkhayal itu merupakan bisikan syetan. Di sinilah pangkal segala tindak kejahatan.

Untuk menanggulagi kejahatan itu sebenarnya sederhana saja. Ciptakan lapangan pekerjaan dan suruh semua orang bekerja, terutama para pemudanya. Insya-Allah secara otomatis angka kriminalitas menurun drastis.

Bekerja juga berkait dengan kesucian jiwa. Seorang yang sibuk bekerja akan kehabisan waktu untuk bersantai-santai, ngobrol sana-sini, apalagi melakukan ghibah, membincangkan orang lain. Ghibah tidak saja merupakan kebiasaan wanita, tapi juga kaum laki-laki yang banyak waktu luangnya.

Begitu pentingnya arti bekerja, sehingga syariaat Islam menetapkannya sebagai suatu kewajiban. Setiap muslim yang berkemampuan wajib hukumnya bekerja sesuai dengan bakat dan kemampuannya.

Imam Abu Hanifah adalah seorang ulama besar yang sangat dihormati. Ilmunya luas dan muridnya banyak. Di tengah kesibukannya belajar dan mengajar, ia masih menyempatkan diri untuk bekerja sehingga tidak jelas lagi apakah ia seorang pedagang yang ulama atau ulama yang pedagang. Baginya, berusaha itu suatu keharusan, sedangkan berjuang, belajar dan mengajarkan ilmu itu juga kewajiban.

Suatu kali ia didapati oleh salah seorang sedang berdagang. Orang tadi merasa iba bercampur heran, kenapa ulama besar sekaliber itu masih juga bekerja. Ia tanyakan hal itu kepada sang Imam, dan kemudian didapatkan suatu jawaban yang luar biasa. Ia katakan bahwa bekerja itu bukan suatu yang hina, tapi mulia di sisi Allah dan Rasul-Nya. Bukankah nabi-nabi Allah adalah para pekerja? Sebagian menjadi penggembala, petani, tukang pande besi, juga pedagang.

Di tengah kaumnya, Rasulullah saw dikenal sebagai pedagang yang sukses. Beliau tidak hanya berhasil mengembangkan modal istrinya, tapi juga modal yang ditanam oleh masyarakat sekitarnya. Beliau tidak hanya sukses membawa keuntungan materi, tapi juga sukses mengharumkan namanya. Di tengah masyarakatnya beliau dikenal jujur dan amanah. Di tengah praktek bisnis yang kotor, penuh tipu daya, beliau berhasil mengembangkan paradigma baru yang sama sekali berbeda dengan yang sudah ada.

Tentang nilai usaha ini, Islam tidak hanya bicara dalam dataran teori, tapi juga memberikan modelnya. Artinya, konsep kerja itu menyangkut juga aplikasinya. Bukankah Rasulullah sebagai uswatun hasanah, top figure ummat Islam adalah seorang pekerja? Bukankah para sahabat yang mengelilingi beliau adalah juga para pekerja?

Dalam pandangan Islam, seorang yang bersusah-payah mencari rezeqi yang halal, yang hasilnya digunakan sepenuhnya di jalan Allah disamakan derajatnya dengan para mujahid yang berperang di jalan Allah. Rasulullah bersabda:

"Sesungguhnya Allah menyukai hamba yang berkarya dan terampil. Barangsiapa yang bersusah-payah mencari nafkah untuk keluarganya, maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah Azza wa Jalla." (HR Ahmad)

Kelelahan seorang muslim dalam mencari rezeki dinilai oleh Allah sebagai pahala. Bahkan bisa menjadi penebus dosa. Orang yang pulang ke rumah dalam keadaan kepayahan karena seharian bekerja akan diampuni oleh Allah swt. Dalam kaitan ini Rasulullah menegaskan dalam sebuah sabdanya:

"Barangsiapa yang pada malam harinya merasa kelelahan karena bekerja pada siang harinya, maka pada malam itu ia diampuni oleh Allah swt." (HR Ahmad)

Kenapa orang yang bekerja itu mendapatkan pahala di sisi Allah swt? Jawabannya sederhana, karena bekerja dalam konsep Islam itu merupakan kewajiban atau fardhu. Dalam kaidah fiqih, orang yang menjalankan kewajiban akan mendapatkan pahala, sedangkan mereka yang meninggalkannya akan terkenai sanksi dosa. Tentang kewajiban bekerja ini Rasulullah bersabda, "Mencari rizqi yang halal itu wajib sesudah menunaikan yang fardhu (seperti shalat, puasa dan sebagainya)." (HR ath-Thabrani dan Al-Baihaqi)

Karena bekerja merupakan kewajiban ummat Islam, maka jangan heran jika Umar bin Khaththab pernah menghalau orang yang berada di masjid agar keluar untuk mencari nafkah. Umar tidak suka melihat orang yang pada siang hari tetap asyik duduk berdzikir di masjid, sementara sinar matahari sudah berpancar. Dzikir tidak hanya bisa dilakukan di masjid, tapi juga bisa dilakukan di pasar, di kantor, di jalan, dan di mana saja.

Berlaku jujur kepada pembeli itu merupakan dzikir. Tidak mengurangi timbangan, termasuk tidak mengurangi kualitas itu juga dzikir. Banyak orang yang mengira bahwa mengurangi timbangan saja yang berdosa, sedangankan mengurangi kualitas tidak apa-apa. Padahal setiap pengurangan, baik secara kuantitas (jumlah satuan), maupun kualitas (mutu barang) sama-sama mengurangi kadar, ukuran, takaran, atau timbangan. Keduanya merupakan perbuatan kriminal dalam perdagangan.

Berdzikir dalam perjalanan adalah displin berlalu lintas. Tidak ngebut yang dapat mencelakakan diri maupun orang lain. Taat mengikuti rambu-rambu lalu lintas, dan tidak mentang-mentang di jalan raya.

Berdzikir di kantor adalah melaksanakan semua pekerjaan dengan baik dan rapi, disiplin waktu, dan melaksanakan tugas sesuai dengan standar mutu. Termasuk dzikir di kantor adalah menundukkan pandangan ketika melihat atau berhadapan dengan karyawati, suatu aktivitas yang sulit dihindari pada saat ini.

Ungkapan dzikir yang dilakukan oleh orang yang sedang bekerja sangat berbeda artinya bila dibandingkan dzikirnya orang yang sedang berdiam diri. Ketika seseorang mendapat musibah dalam bekerja kemudian dia berucap "inna lillahi wa inna ilaihi raji'un" jauh lebih bermakna dibandingkan bila diucapkan oleh orang berdiam diri. Ketika seseorang dapat menyelesaikan suatu pekerjaan berat kemudian dia berucap "alhamdulillahi rabbil 'alamin", maka penghayatannya jauh lebih mendalam daripada ucapan bibir tanpa aksi.

Ketika seseorang melakukan kesalahan atau melihat suatu kemaksiatan, kemudian dia beristighfar, maka istighfarnya menjadi lebih bermakna ketimbang seribu istighfar yang dilakukan orang yang sedang tidak beraktivitas apa-apa. Justru di sinilah nilainya bekerja. Istighfar semacam ini mungkin jauh lebih berarti daripada istighfarnya ribuan orang yang dikumpulkan di lapangan dalam suatu acara istighasah yang penuh dengan rekayasa
{[['']]}

Konsep Bekerja Menurut Pandangan Islam

Pendahuluan:
Tidak ada siapa yang akan mempertikaikan jika ada yang mengatakan bahawa setiap orang mahu bekerja atau mendapatkan pekerjaan untuk menjamin kehidupannya. Kalau kita ambil contoh dari golongan belia, baik yang berpelajaran menengath atau tinggi sama ada mereka yang gagal dan tidak pernah bersekolah langsung, semuanya bercita-cita untuk mendapat pekerjaan atau boleh bekerja bagi menampung keperluan hidupnya sendiri atau keluarganya.
Adakah bekerja itu boleh dipandang sebagai suatu kewajipan atau tanggungjawab yang mempunyai tujuan yang lebih luas? Tetapi apakah yang bekerja itu hanya sekadar untuk menampung dan menjamin kehidupan di dunia ini. Soalan ini perlulah kita jawab dengan memahami konsep kerja menurut pandangan Islam.

Pengertian Kerja:
Kerja atau amal menurut Islam dapat diertikan dengan makna yang umum dan makna yang khusus. Amal dengan makna umum ialah melakukan atau meninggalkan apa jua perbuatan yang disuruh atau dilarang oleh agama yang meliputi perbuatan baik atau jahat. Perbuatan baik dinamakan amal soleh dan perbuatan jahat dinamakan maksiat.
Adapun kerja atau amal dengan maknanya yang khusus iaitu melakukan pekerjaan atau usaha yang menjadi salah satu unsur terpenting dan titik tolak bagi proses kegiatan ekonomi seluruhnya. Kerja dalam makna yang khusus menurut Islam terbahagi kepada:
1. Kerja yang bercorak jasmani (fizikal)
2. Kerja yang bercorak aqli/fikiran (mental)
Dari keterangan hadis-hadis Rasulullah (s.a.w), terdapat kesimpulan bahawa konsep kerja menurut Islam adalah meliputi segala bidang ekonomi yang dibolehkan oleh syarak sebagai balasan kepada upah atau bayaran, sama ada kerja itu bercorak jasmani (flzikal) seperti kerja buruh, pertanian, pertukangan tangan dan sebagainya atau kerja bercorak aqli (mental) seperti jawatan pegawai, baik yang berupa perguruan, iktisas atau jawatan perkeranian dan teknikal dengan kerajaan atau swasta. Antara hadis-hadis tersebut ialah:
"Tidaklah ada makanan seseorang itu yang lebih baik daripada apa yang dimakannya dari hasil usaha tangannya sendiri". (Riwayat al-Bukhari)
Selain daripada itu para sahabat menggunakan perkataan pekerja (amil) untuk jawatan orang yang ditugaskan menjadi petugas pemerintahan umpamanva kadi, gabenor dan sebagainya. Oleh yang demikian segala kerja dan usaha yang dibolehkan oleh syarak baik yang bersifat kebendaan atau abstrak atau gabungan dan kedua-duanya adalah dianggap oleh Islam sebaga "kerja". Segala kerja yang bermanfaat Islam dan yang sekecil-kecilnya seperti menyapu longkang hingga kepada yang sebesar-besarnya seperti menjadi menteri atau kepala negara adalah merupakan kerja atau amal sekalipun ianya berlainan peringkat dan kelayakan yang diperlukan untuknya. Berdasarkan konsep ini maka menurut pandangan Islam, masyarakat seluruhnya dan semua peringkat adalah pekerja.
Oleh yang demikian konsep kerja seperti ini membawa implikasi sosial yang penting, antaranya:
1. Bahawa asal manusia adalah sama sebagai manusia dan pekerja yang mempunyai kemuliaan dan kehormatan sekalipun perbezaan itu tidaklah merupakan keistimewaan satu pihak terhadap yang lain.
2. Para pekerja bukanlah hanya satu kelompok dari masyarakat, bahkan mereka adalah semua anggota masyarakat. Jadi mengikut konsep Islam bahawa masyarakat itu adalah tersusun atau terbentuk dari kerjasama antara sesama para pekerja di dalamnya, bukan terdiri dari kumpulan para pekerja dan para majikan seperti yang difahami menurut sistem ekonomi komunis atau kapitalis.

Kerja Menurut Tuntutan Islam:
Islam menjadikan kerja sebagai tuntutan fardu atas semua umatnya selaras dengan dasar persamaan yang diisytiharkan oleh Islam bagi menghapuskan sistem yang membeza-bezakan manusia mengikut darjat atau kasta dan warna kulit. Firman Allah yang bermaksud:
"Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu daripada lelaki dan perempuan dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan berpuak-puak supava kamu berkenal-kenalan. Sesungguhnya orang yang termulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang taqwa." (al-Hujurat: 13)
Dengan menggunakan segala unsur-unsur perbezaan darjat atau warna kulit itu maka jadilah kerja menurut Islam suatu tuntutan kewajipan yang menyeluruh atas setiap orang yang mampu bekerja untuk mencapai kebahagiaan individu dan juga masyarakat. Jadi tidaklah kerja itu hanya khusus untuk golongan hamba abdi seperti sebelumnya.
Firman Allah bermaksud:
"Dan katakanlah wahai Muhammad, beramallah kamu akan segala apa yang diperintahkan, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman akan melihat apa yang kamu kerjakan." (al-Taubah: 105)
Islam juga meningkatkan tuntutan kerja itu hingga ke tahap kewajipan agama. Oleh itu tahap iman sentiasa dikaitkan oleh al-Quran dengan amal soleh atau perbuatan baik. Ini bererti Islam itu adalah akidah yang mesti diamalkan dan amalan yang mesti berakidah secara tidak terpisah. Seperti firman Allah bermaksud:
"Demi masa, sesungguhnya sekalian manusia dalam kerugian kecuali mereka yang beriman dan beramal soleh". (al-Asr: 1-3)

Kerja Sebagai Sumber Nilai:
Islam menjadikan kerja sebagai sumber nilai insan dan ukuran yang tanggungjawab berbeza. Firman Allah bermaksud:
"Dan bahawa sesungguhnya tidak ada balasan bagi seseorang itu melainkan balasan apa yang diusahakan". (al-Najm: 39)
Firman-Nya lagi bermaksud:
"Dan bagi tiap-tiap seseorang beberapa darjat tingkatan balasan disebabkan amal yang mereka kerjakan dan ingatlah Tuhan itu tidak lalai dari apa yang mereka lakukan". (al-An'am: 132)
Kerja sebagai sumber nilai manusia bererti manusia itu sendiri menentukan nilai atau harga ke atas sesuatu perkara itu. Sesuatu perkara itu pada zatnya tidak ada apa-apa nilai kecuali kerana nisbahnya kepada apa yang dikerjakan oleh manusia bagi menghasil, membuat, mengedar atau menggunakannya. Kerja juga merupakan sumber yang objektif bagi penilai prestasi manusia berasaskan segi kelayakan. Oleh yang demikian Islam menentukan ukuran dan syarat-syarat kelayakan dan juga syarat-syarat kegiatan bagi menentukan suatu pekerjaan atau jawatan itu supaya dapat dinilai prestasi kerja seseorang itu. Dengan cara ini, Islam dapat menyingkirkan perasaan pilih kasih dalam menilai prestasi seseorang sama ada segi sosial, ekonomi dan politik.

Kerja Sebagai Sumber Pencarian:
Islam mewajibkan setiap umatnya bekerja untuk mencari rezeki dan pendapatan bagi menyara hidupnya. Islam memberi berbagai-bagai kemudahan hidup dan jalan-jalan mendapatkan rezeki di bumi Allah yang penuh dengan segala nikmat ini. Firman-Nya bermaksud:
"Dan sesungguhnya Kami telah menetapkan kamu (dan memberi kuasa) di bumi dan Kami jadikan untuk kamu padanya (berbagai-bagai jalan) penghidupan." (al-A'raf: 168)
Dan firman-Nya lagi bermaksud:
"Dialah yang menjadikan bumi bagi kamu mudah digunakan, maka berjalanlah di merata-rata ceruk rantaunnya, serta makanlah dari rezeki yang dikurniakan Allah dan kepada-Nya jualah dibangkitkan hidup semula." (al-Mulk: 15)
Islam memerintahkan umatnya mencari rezeki yang halal kerana pekerjaan itu adalah bagi memelihara maruah dan kehormatan manusia. Firman Allah bermaksud:
"Wahai sekalian manusia, makanlah dari apa yang ada di muka bumi yang halal lagi baik". (al-Baqarah: 168)
Sabda Nabi (s.a.w) bermaksud:
"Mencari kerja halal itu wajib atas setiap orang Islam."
Oleh yang demikian Islam mencela kerja meminta-minta atau mengharapkan pertolongan orang lain kerana ianya boleh merendahkan harga diri atau maruah. Dalam sebuah hadis Rasulullah (s.a.w) bermaksud:
"Bahawa sesungguhnya seseorang kamu pergi mengambil seutas tali kemudian mengikat seberkas kayu api lalu menjualnya hingga dengan sebab itu ia dapat memelihara harga dirinya, adalah lebih baik daripada ia pergi meminta-minta kepada orang sama ada mereka rnemberinya atau menolaknya."

Kerja Sebagai Asas Kemajuan Umat:
Islam mewajibkan kerja untuk tujuan mendapatkan mata pencarian hidup dan secara langsung mendorongkan kepada kemajuan sosioekonomi. Islam mengambil perhatian yang bersungguh-sungguh terhadap kemajuan umat kerana itu ia sangat menekankan kemajuan di peringkat masyarakat dengan menggalakkan berbagai kegiatan ekonomi sama ada di sekitar pertanian, perusahaan dan perniagaan. Dalam hadis Rasulullah (s.a.w) sangat ketara dorongan ke arah kemajuan ekonomi di sektor tersebut, sebagai contoh:
1. Di bidang Pertanian
Sabda Rasulullah s.a.w bermaksud:
"Tidaklah seseorang mukmin itu menyemai akan semaian atau menanam tanaman lalu dimakan oleh burung atau manusia melainkan ianya adalah menjadi sedekah".
2. Di bidang Perusahaan
Sabda Rasulullah s.a.w. bermaksud:
"Sebaik usaha ialah usaha seorang pengusaha apabila ia bersifat jujur dan nasihat- menasihati.
3. Di bidang Perniagaan
Rasulullah (s.a.w) pernah meletakkan para peniaga yang jujur dan amanah kepada kedudukan yang sejajar dengan para wali, orang-orang yang benar, para syuhada' dan orang-orang soleh dengan sabda bermaksud:
"Peniaga yang jujur adalah bersama para wali, orang-orang siddiqin, para syuhada' dan orang-orang soleh".
Baginda juga menyatakan bahawa sembilan persepuluh daripada rezeki itu adalah pada perniagaan.

Islam Menolak Pengangguran:
Islam menuntut umatnya bekerja secara yang disyariatkan atau dibenarkan menurut syarak bagi menjamin kebaikan bersama dengan mengelakkan dari meminta-minta dan sebaliknya hendaklah berdikari. Islam sentiasa memandang berat dan menyeru umatnya untuk bekerja dan berusaha mencari rezeki melalui dua pendekatan berikut:
Islam melarang dan mencegah umatnya meminta-minta dan menganggur. Banyak hadis Nabi (s.a.w) mengenai larangan berusaha cara meminta. Baginda sering benar mengarahkan orang yang datang meminta, supaya mereka bekerja umpamanya, suatu ketika seorang fakir datang meminta-minta kepada baginda lalu baginda bertanya: "Adakah anda memiliki sesuatu?" "Tidak", kata lelaki itu. Baginda bertanya lagi dengan bersungguh-sungguh, lalu lelaki itu menjawab: "Saya ada sehelai hamparan yang separuhnya kami jadikan alas duduk dan separuhnya lagi kami buat selimut dan ada sebuah mangkuk yang kami gunakan untuk minum".Maka baginda bersabda kepadanya: "Bawakan kedua-dua benda itu kepada saya". Lalu dibawanya kedua-dua barang itu, kemudian Nabi tunjukkan barang itu kepada orang yang berada di sisi baginda kalau ada sesiapa yang hendak membelinya. Akhirnya baginda dapat menjualnya dengan harga dua dirham dan diberikan wang tersebut kepada lelaki itu sambil baginda berkata: "Belilah makanan untuk keluargamu dengan satu dirham manakala satu dirham lagi belikanlah sebilah kapak". Kemudian Rasulullah (s.a.w) meminta lelaki itu datang lagi, lalu lelaki itupun datang dan baginda telah membubuhkan hulu kapak itu dan menyuruh lelaki itu pergi mencari kayu api sambil baginda mengatakan kepada lelaki itu supaya lelaki itu tidak akan berjumpa lagi dalam masa 15 hari. Lelaki itu pergi dan kembali lagi selepas 15 hari sambil membawa datang 10 dirham, lalu ia berkata: "Wahai Rasulullah, Allah telah memberkati saya pada kerja yang tuan suruh saya itu." Maka baginda Rasulullah (s.a.w) bersabda: "Itu adalah lebih baik daripada anda datang pada hari kiamat kelak sedang pada muka anda bertanda kerana meminta-minta.
Berdasarkan kepada banyak hadis mengenai perkara ini, para ulama membuat kesimpulan bahawa larangan meminta-minta itu bukanlah sekadar perintah bersifat akhlak sahaja bahkan orang yang menjadikan kerja meminta-minta itu sebagai "profesion", hendaklah dikenakan hukuman yang berpatutan.

Kesimpulan:
Berdasarkan kepada keterangan ayat-ayat al-Quran dan hadis Rasulullah (s.a.w) dengan huraian-huraian seperti yang disebutkan dapatlah dibuat kesimpulan bahawa Islam sangat mengambil berat terhadap "kerja" dengan menjelaskan konsep kerja itu dan kedudukannya yang tinggi dalam ajaran Islam. Ringkasnya, kita dapat simpulkan seperti berikut:-
1. Kerja menurut konsep Islam adalah segala yang dilakukan oleh manusia yang meliputi kerja untuk dunia dan kerja untuk akhirat.
2. Kerja untuk kehidupan dunia sama ada yang bercorak aqli/mental (white collar job) atau bercorak jasmani (blue collar job) adalah dipandang sama penting dan mulia di sisi Islam asal sahaja dibolehkan oleh syarak.
3. Islam mewajibkan kerja ke atas seluruh umatnya tanpa mengira darjat, keturunan atau warna kulit, kerana seluruh umat manusia adalah sama di sisi Allah, melainkan kerana taqwanya.
4. Masyarakat Islam adalah sama-sama bertanggungjawab dan bekerjasama melalui kerja masing-masing. Berdasarkan kebolehan dan kelayakan serta kelayakan bidang masing-masing kerana segala kerja mereka adalah bersumberkan iman dan bertujuan melaksanakan amal soleh.
5. Kerja adalah asas penilaian manusia dan tanggungjawab yang diberikan kepadanya sebagai khalifah Allah dan hamba-Nya untuk memakmurkan bumi ini dan sekaligus pula beribadat kepada Allah, Tuhan Pencipta alam.
6. Kerja merupakan cara yang tabi'i untuk manusia mencari nafkah bagi menyara hidup dan keluarga melalui berbagai sektor pekerjaan dan perusahaan yang sedia terbuka peluangnya dengan persediaan dan kemudahan alam yang Allah sediakan di atas muka bumi ini.
7. Islam melarang/menolak pengangguran kerana ia akan mendedahkan kepada kelemahan dan kefakiran dan jatuhnya maruah diri/ummah, kerana Islam menghendaki setiap umatnya bermaruah dan berdikari, tidak meminta-minta dan berharap kepada bantuan dan belas kasihan orang lain, bahkan sebaliknya hendaklah menjadi umat yang kuat dan mampu membela mereka yang lemah dan tertindas agar seluruh manusia menikmati keadilan dan rahmat yang dibawa oleh Islam sebagai agama atau "ad-Din" yang tertinggi dan mengatasi seluruh kepercayaan dan ideologi manusia. Firman Allah S.W.T bermaksud: "Dialah Allah yang mengutuskan Rasul-Nya (Muhammad) dengan membawa petunjuk dan agama yang benar (Islam) supaya ia meninggikan atas segala agama yang lain, walaupun orang musyrik membencinya".

Oleh:
Hj. Ahmad bin Hj. Awang
Institut Dakwah Dan Latihan Islam, BAHEIS
{[['']]}

Keutamaan Shalawat Untuk NABI (Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam)

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta Alam, sholawat dan salam untuk Nabi dan Rasul yang paling mulia, Nabi kita Muhammad, beserta keluarga dan para sahabatnya.

Sesungguhnya Allah dengan segala kekuasaan-Nya telah mengutus nabi-Nya Muhammad dan telah memberinya kekhususan dan kemuliaan untuk menyampaikan risalah. Ia telah menjadikannya rahmat bagi seluruh alam dan pemimpin bagi orang-orang yang bertaqwa serta menjadikannya orang yang dapat memberi petunjuk ke jalan yang lurus. Maka seorang hamba harus taat kepadanya, menghormati dan melaksanakan hak-haknya. Dan di antara hak-haknya adalah Allah mengkhususkan baginya sholawat dan memerintahkan kita untuk itu di dalam kitab-Nya yang agung (Al-Qur’an) dan Sunnah nabi-Nya yang mulia (Hadits). Di mana orang yang yang bersholawat untuknya akan memperoleh pahala yang berlipat ganda. Maka sungguh berbahagialah orang yang mendapatkan itu. Dan karena masalah ini memiliki urgensi yang sangat besar dan pahala yang besar pula, maka kami merasa perlu untuk mengeluarkan tulisan-tulisan sederhana ini, yang di dalamnya terdapat motivasi untuk memperbanyak sholawat dan salam untuk nabi dan rasul yang paling mulia ini.

Ya Allah! Berilah Sholawat dan Salam atas nabi dan kekasih-Mu Muhammad selama siang dan malam yang silih berganti.

Pengertian Sholawat dan Salam atas nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam:

Allah subhaanhu wa ta’aala berfirman:

} إنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا {

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Q.S. Al-Ahzab: 56)

Ibnu Katsir-Rahimahullah- berkata: “Maksud ayat ini adalah bahwa Allah subhaanhu wa ta’aala mengabarkan kepada hamba-hamba-Nya tentang kedudukan hamba dan nabi-Nya (Muhammad) di sisi-Nya di langit di mana malaikat-malaikat bersholawat untuknya, lalu Allah subhaanhu wa ta’aala memerintahkan makhluk-makhluk yang ada di bumi untuk bersholawat dan salam untuknya, agar pujian tersebut berkumpul untuknya dari seluruh alam baik yang ada di atas maupun yang ada di bawah.”

Ibnul Qoyyim -Rahimahullah- berkata dalam buku “Jalaul Afham”: “Artinya bahwa jika Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk rasul-Nya, maka hendaklah kalian juga bersholawat dan salam untuknya karena kalian telah mendapatkan berkah risalah dan usahanya, seperti kemuliaan di dunia dan di akhirat.”

Banyak pendapat tentang pengertian Sholawat untuk nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam

, dan yang benar adalah seperti apa yang dikatakan oleh Abul Aliyah: “Sesungguhnya Sholawat dari Allah itu adalah berupa pujian bagi orang yang bersholawat untuk beliau di sisi malaikat-malaikat yang dekat” -Imam Bukhari meriwayatkannya dalam Shohihnya dengan komentar yang kuat- Dan ini adalah mengkhususkan dari rahmat-Nya yang bersifat umum. Pendapat ini diperkuat oleh syekh Muhammad bin ‘Utsaimin.

Salam: Artinya keselamatan dari segala kekurangan dan bahaya, karena dengan merangkaikan salam itu dengan sholawat maka kitapun mendapatkan apa yang kita inginkan dan terhapuslah apa yang kita takutkan. Jadi dengan salam maka apa yang kita takutkan menjadi hilang dan bersih dari kekurangan dan dengan sholawat maka apa yang kita inginkan menjadi terpenuhi dan lebih sempurna. Demikian yang dikatakan oleh Syekh Muhammad bin ‘Utsaimin.

Hukum Sholawat Untuk Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam

Menurut madzhab Hanbaliy, sholawat dalam tasyahhud akhir itu adalah termasuk di antara rukun-rukun sholat.

Al-Qodhi Abu Bakar bin Bakir berkata: “Allah subhaanhu wa ta’aala telah mewajibkan makhluk-Nya untuk bersholawat dan salam untuk nabi-Nya, dan tidak menjadikan itu dalam waktu tertentu saja. Jadi yang wajib adalah hendaklah seseorang memperbanyak sholawat dan salam untuk beliau dan tidak melalaikannya.”

Saat-Saat Yang Disunnahkan dan Dianjurkan Membaca Sholawat dan Salam Untuk Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam:

1. Sebelum berdoa:

Fadhalah bin ‘Abid berkata: “Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam mendengar seorang laki-laki berdoa dalam sholatnya, tetapi tidak bersholawat untuk nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam, maka beliau bersabda: “Orang ini tergesa-gesa” Lalu beliau memanggil orang tersebut dan bersabda kepadanya dan kepada yang lainnya:

((إذَا صَلَّى أحَدُكُمْ فَلْيَبْدَأْ بِتَحْمِيدِ اللهِ وَالثَّنَاءِ عَلَيهِ ، ثُمَّ يُصَلِّي عَلَى النَّبِيِّ ، ثُمَّ لِيَدْعُ بَعْدُ بِمَا شَاءَ))

“Bila salah seorang di antara kalian sholat (berdoa) maka hendaklah ia memulainya dengan pujian dan sanjungan kepada Allah lalu bersholawat untuk nabi, kemudian berdoa setelah itu dengan apa saja yang ia inginkan.” [H.R. Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad dan Hakim]

Dalam salah satu hadits disebutkan:

((الدُّعَاءُ مَحْجُوبٌ حَتَّى يُصَلِّيَ الدَّاعِي عَلَى النَّبِيّ صلى الله عليه وسلم ))

“Doa itu terhalangi, hingga orang yang berdoa itu bersholawat untuk nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam.” [H.R. Thabarani]

Ibnu ‘Atha berkata: “Doa itu memiliki rukun-rukun, sayap-sayap, sebab-sebab dan waktu-waktu. Bila bertepatan dengan rukun-rukunnya maka doa itu menjadi kuat, bila sesuai dengan sayap-sayapnya maka ia akan terbang ke langit, bila sesuai dengan waktu-waktunya maka ia akan beruntung dan bila bertepatan dengan sebab-sebabnya maka ia akan berhasil.”

Adapun rukun-rukunnya adalah menghadirkan hati, perasaan tunduk, ketenangan, kekhusyu’an, dan ketergantungan hati kepada Allah, sayap-sayapnya adalah jujur, waktu-waktunya adalah di saat sahur dan sebab-sebabnya adalah sholawat untuk nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam.

2. Ketika menyebut, mendengar dan menulis nama beliau:

Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:

((رَغَمَ أَنْفُ رَجُلٍ ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ))

“Celakalah seseorang yang namaku disebutkan di sisinya lalu ia tidak bersholawat untukku.” [H.R. Tirmidzi dan Hakim]

3. Memperbanyak sholawat untuknya pada hari Jum’at:

Dari ‘Aus bin ‘Aus berkata: “Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:

((إنَّ أفْضَلَ أيَّامِكُمْ يَوُمُ الجُمْعَةِ فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنَ الصَّلاَةِ فِيهِ فَإِنَّ صَلاَتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ ...))

“Sesungguhnya di antara hari-hari yang paling afdhal adalah hari Jum’at, maka perbanyaklah sholawat untukku pada hari itu, karena sholawat kalian akan sampai kepadaku......” [H. R. Abu Daud, Ahmad dan Hakim]

4. Sholawat untuk nabi ketika menulis surat dan apa yang ditulis setelah Basmalah:

Al-Qodhi ‘Iyadh berkata: “Inilah saat-saat yang tepat untuk bersholawat yang telah banyak dilakukan oleh umat ini tanpa ada yang menentang dan mengingkarinya. Dan tidak pula pada periode-periode awal. Lalu terjadi penambahan pada masa pemerintahan Bani Hasyim -Daulah ‘Abbasiah- lalu diamalkan oleh umat manusia di seluruh dunia.”

Dan di antara mereka ada pula yang mengakhiri bukunya dengan sholawat.

5. Ketika masuk dan keluar mesjid:

Dari Fatimah -Radhiyallahu ‘Anha- berkata: “Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Bila anda masuk mesjid, maka ucapkanlah:

((بِسْمِ اللهِ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُولِ اللهِ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ وَاغْفِرْ لَنَا وَسَهِّلْ لَنَا أبْوَابَ رَحْمَتِكَ))

”Dengan nama Allah, salam untuk Rasulullah, ya Allah sholawatlah untuk Muhammad dan keluarga Muhammad, ampunilah kami dan mudahkanlah bagi kami pintu-pintu rahmat-Mu.”

“Dan bila keluar dari mesjid maka ucapkanlah itu, tapi (pada penggalan akhir) diganti dengan:

((وَسَهِّلْ لَنَا أبْوَابَ فَضْلِكَ))

“Dan permudahlah bagi kami pintu-pintu karunia-Mu.” [H.R. Ibnu Majah dan Tirmidzi]

Cara Sholawat dan Salam Untuk Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam

Allah sollallohu ‘alaihi wa sallam berfirman:

} إنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا {

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bersholawat untuk nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Q.S. Al-Ahzab: 56)

Jadi yang utama adalah dengan menggandengkan sholawat dan salam bersama-sama, dengan harapan agar doanya dapat dikabulkan oleh Allah sollallohu ‘alaihi wa sallam Inilah bentuk sholawat dan salam untuk beliau sollallohu ‘alaihi wa sallam Dari Abi Muhammad bin ‘Ajrah -Radhiyallahu ‘Anhu- berkata: “Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam keluar kepada kami, lalu saya berkata: “Wahai Rasulullah! Kami telah mengetahui bagaimana kami memberi salam kepadamu, maka bagaimana kami bersholawat untukmu?” Maka beliau bersabda: “Katakanlah:

((اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إبْرَاهِيمَ إنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ))

“Ya Allah! Berkatilah Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberkati keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkaulah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.” [Muttafqun ‘Alaihi]

Dan dari Abi Hamid As-Sa’id -Radhiyallahu ‘Anhu- berkata: “Mereka bertanya: “Ya Rasulullah bagaimana kami bersholawat untukmu? Beliau menjawab: “Katakanlah:

((اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إبْرَاهِيمَ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إبْرَاهِيمَ ، إنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ))

“Ya Allah! Berilah sholawat untuk Muhammad, istri-istri dan keturunannya, sebagaimana Engkau memberi sholawat untuk Ibrahim. Berkatilah Muhammad, istri-istri dan keturunannya, sebagaimana Engkau memberkati Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Pemurah.” [Muttafaqun ‘Alaihi]

Kedua hadits ini menunjukkan bentuk sholawat yang sempurna untuk Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam.

Keutamaan Sholawat dan Salam Untuk Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam

Dari Umar -Radhiyallahu ‘Anhu berkata: “Saya telah mendengar Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:

((إذَا سَمِعْتُمُ المُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ وَصَلُّوا عَلَيَّ فَإنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ مَرَّةً وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا لِي الوَسِيلَةَ فَإنَّهَا مَنْزِلَةٌ فِي الجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِي إلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللهِ وَأرْجُو أنْ أكُونَ هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِي الوَسِيلَةَ حَلَّتْ عَلَيْهِ الشَّفَاعَةُ))

“Jika kalian mendengar orang yang adzan maka ucapkanlah seperti apa yang ia ucapkan dan bersholawatlah untukku karena barangsiapa yang bersholawat untukku sekali maka Allah akan bersholawat untuknya sepuluh kali, kemudian mintalah wasilah (kedudukan mulia di surga) untukku, karena ia adalah suatu kedudukan di surga yang tidak pantas diberikan kecuali kepada seorang hamba dari hamba-hamba Allah dan semoga akulah hamba itu, maka barangsiapa yang memohon untukku wasilah maka ia berhak mendapatkan syafa’at.” [H.R. Muslim]

Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:

((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ حِيْنَ يُصْبِحُ عَشْرًا وَحِينَ يُمْسِي عَشْرًا أدْرَكَتْهُ شَفَاعَتِي))

“Barangsiapa yang bersholawat untukku di waktu pagi sepuluh kali dan di waktu sore sepuluh kali, maka ia berhak mendapatkan syafa’atku.” [H.R. Thabarani]

Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:

((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا))

“Barangsiapa yang bersholawat atasku sekali, maka Allah akan bersholawat untuknya sepuluh kali.” [H.R. Muslim, Ahmad dan perawi hadits yang tiga]

Dan dari Abdurrahman bin ‘Auf -Radhiyallahu ‘Anhu- berkata: “Saya telah mendatangi nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam ketika ia sedang sujud dan memperpanjang sujudnya. Beliau bersabda:“Saya telah didatangi Jibril, ia berkata: “Barangsiapa yang bersholawat untukmu, maka saya akan bersholawat untuknya dan barangsiapa yang memberi salam untukmu maka saya akan memberi salam untuknya, maka sayapun bersujud karena bersyukur kepada Allah.” [H.R. Hakim, Ahmad dan Jahadhmiy]

Ya’qub bin Zaid bin Tholhah At-Taimiy berkata: “Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Telah datang kepadaku (malaikat) dari Tuhanku dan berkata: “Tidaklah seorang hamba yang bersholawat untukmu sekali kecuali Allah akan bersholawat untuknya sepuluh kali.” Maka seseorang menuju kepadanya dan bertanya: “Ya Rasulullah! Apakah saya jadikan seperdua doaku untukmu?” Beliau menjawab: “Jika anda mau”. Lalu bertanya: “Apakah saya jadikan sepertiga doaku?” Beliau bersabda: “Jika anda mau” Ia bertanya: “Kalau saya jadikan seluruh doaku?” Beliau bersabda: “Jika demikian maka cukuplah Allah sebagai motivasi dunia dan akhiratmu.” [H.R. Al-Jahdhami, Al-Albani berkata: “Hadits Mursal dengan Isnad yang Shohih]

Dari Abdullah bin Mas’ud dari Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:

((إنَّ للهِ مَلاَئِكَةً سَيَّاحِينَ يُبَلِّغُونَنِي مِنْ أُمَّتِي السَّلاَمَ))

“Sesungguhnya Allah memiliki malaikat-malaikat yang berkeliling menyampaikan salam kepadaku dari umatku.” [H.R. Nasa’i dan Hakim]

Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang bersholawat untukku sekali maka Allah akan bersholawat untuknya sepuluh kali, diampuni sepuluh dosa-dosanya dan diangkat baginya sepuluh derajat.” [H.R. Ahmad dan Bukhari, Nasa’i dan Hakim dan ditashih oleh Al-Albani]

Hadits marfu’ dari Ibnu Mas’ud: “Manusia yang paling utama di sisiku pada hari kiamat adalah orang yang paling banyak bersholawat untukku.” [H.R. Tirmidzi dan berkata: “Hasan ghorib dan H.R. Ibnu Hibban]

Dari Jabir bin Abdullah berkata: “Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang ketika mendengarkan adzan membaca:

((اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ القَائِمَةِ ، آتِ مُحَمَّدًا الوَسِيلَةَ وَالفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ))

“Ya Allah! Tuhan pemilik adzan yang sempurna ini dan sholat yang ditegakkan, berilah Muhammad wasilah dan fadhilah dan bangkitkanlah ia pada tempat terpuji yang telah Engkau janjikan untuknya.”

Maka ia berhak mendapatkan syafa’at pada hari kiamat. [H.R. Bukhari dalam shohihnya]

Celaan Bagi Yang Tidak Bersholawat Untuk Nabi.

Dari Abu Huraerah -Radhiyallahu ‘Anhu-­ berkata: “Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Celakalah seseorang yang jika namaku disebut di sisinya ia tidak bersholawat untukku, celakalah seseorang, ia memasuki bulan Ramadhan kemudian keluar sebelum ia diampuni, celakalah seseorang, kedua orang tuanya telah tua tetapi keduanya tidak memasukkannya ke dalam surga.” Abdurrahman salah seorang perawi hadits dan Abdurrahman bin Ishak berkata: “Saya kira ia berkata: “Atau salah seorang di antara keduanya” [H.R. Tirmidzi dan Bazzar]

Dari Ali bin Abi Thalib, dari Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:

((البَخِيلُ كُلَّ البُخْلِ الَّذِي ذُكِرْتُ عِنْدَهُ فَلَمْ يُصَلِّ عَلَيَّ))

“Orang yang paling bakhil adalah seseorang yang jika namaku disebut ia tidak bersholawat untukku.” [H.R. Nasa’i, Tirmidzi dan Thabaraniy]

Dari Ibnu Abbas, Rasul sollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:

((مَنْ نَسِيَ الصَّلاَةَ عَلَيَّ خُطِئَ طَرِيقَ الجَنَّةَ))

“Barangsiapa yang lupa mengucapkan sholawat untukku maka ia telah menyalahi jalan surga.” [Telah ditashih oleh Al-Albani]

Dari Abu Hurairah, Abul Qosim bersabda: “Suatu kaum yang duduk pada suatu majelis lalu mereka bubar sebelum dzikir kepada Allah dan bersholawat untuk nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam, maka Allah akan menimpakan kebatilan atas mereka, bila Ia menghendaki maka mereka akan disiksa dan bila Ia menghendaki maka mereka akan diampuni.” [H.R. Tirmidzi dan mentahsinnya serta Abu Daud]

Diriwayatkan oleh Abu Isa Tirmidzi dari sebagian ulama berkata: “Jika seseorang bersholawat untuk nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam sekali dalam suatu majelis, maka itu sudah memadai dalam majelis tersebut.”

Faedah dan Buah Sholawat Untuk Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam:

Ibnul Qoyyim menyebutkan 39 manfaat sholawat untuk nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Melaksanakan perintah Allah subhaanahu wa ta’aala

2. Mendapatkan sepuluh sholawat dari Allah bagi yang membaca sholawat satu kali.

3. Ditulis baginya sepuluh kebaikan dan dihapus darinya sepuluh kejahatan.

4. Diangkat baginya sepuluh derajat.

5. Kemungkinan doanya terkabul bila ia mendahuluinya dengan sholawat, dan doanya akan naik menuju kepada Tuhan semesta alam.

6. Penyebab mendapatkan syafa’at sollallohu ‘alaihi wa sallam bila diiringi oleh permintaan wasilah untuknya atau tanpa diiringi olehnya.

7. Penyebab mendapatkan pengampunan dosa.

8. Dicukupi oleh Allah apa yang diinginkannya.

9. Mendekatkan hamba dengan nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam pada hari kiamat.

10.Menyebabkan Allah dan malaikat-Nya bersholawat untuk orang yang bersholawat.

11.Nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam menjawab sholawat dan salam orang yang bersholawat untuknya.

12.Mengharumkan majelis dan agar ia tidak kembali kepada keluarganya dalam keadaan menyesal pada hari kiamat.

13.Menghilangkan kefakiran.

14.Menghapus predikat “kikir” dari seorang hamba jika ia bersholawat untuk nabi sollallohu ‘alaihi wa sallam ketika namanya disebut.

15.Orang yang bersholawat akan mendapatkan pujian yang baik dari Allah di antara penghuni langit dan bumi, karena orang yang bersholawat, memohon kepada Allah agar memuji, menghormati dan memuliakan rasul-Nya, maka balasan untuknya sama dengan yang ia mohonkan, maka hasilnya sama dengan apa yang diperoleh oleh rasul-Nya.

16.Akan mendapatkan berkah pada dirinya, pekerjaannya, umurnya dan kemaslahatannya, karena orang yang bersholawat itu memohon kepada Tuhannya agar memberkati nabi-Nya dan keluarganya, dan doa ini terkabul dan balasannya sama dengan permohonannya.

17.Nama orang yang bersholawat itu akan disebutkan dan diingat di sisi Rasul sollallohu ‘alaihi wa sallam seperti penjelasan terdahulu, sabda Rasul: “Sesungguhnya sholawat kalian akan diperdengarkan kepadaku.” Sabda beliau yang lain: “Sesungguhnya Allah mewakilkan malaikat di kuburku yang menyampaikan kepadaku salam dari umatku.” Dan cukuplah seorang hamba mendapatkan kehormatan bila namanya disebut dengan kebaikan di sisi Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam.

18.Meneguhkan kedua kaki di atas Shirath dan melewatinya berdasarkan hadits Abdurrahman bin Samirah yang diriwayatkan oleh Said bin Musayyib tentang mimpi Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam: “Saya melihat seorang di antara umatku merangkak di atas Shirath dan kadang-kadang berpegangan lalu sholawatnya untukku datang dan membantunya berdiri dengan kedua kakinya lalu menyelamatkannya.” [H.R. Abu Musa Al-Madiniy]

19.Akan senantiasa mendapatkan cinta Rasulullah sollallohu ‘alaihi wa sallam bahkan bertambah dan berlipat ganda. Dan itu termasuk ikatan Iman yang tidak sempurna kecuali dengannya, karena seorang hamba bila senantiasa menyebut nama kekasihnya, menghadirkan dalam hati segala kebaikan-kebaikannya yang melahirkan cinta, maka cintanya itu akan semakin berlipat dan rasa rindu kepadanya akan semakin bertambah, bahkan akan menguasai seluruh hatinya. Tetapi bila ia menolak mengingat dan menghadirkannya dalam hati, maka cintanya akan berkurang dari hatinya. Tidak ada yang lebih disenangi oleh seorang pecinta kecuali melihat orang yang dicintainya dan tiada yang lebih dicintai hatinya kecuali dengan menyebut kebaikan-kebaikannya. Bertambah dan berkurangnya cinta itu tergantung kadar cintanya di dalam hati, dan keadaan lahir menunjukkan hal itu.

20.Akan mendapatkan petunjuk dan hati yang hidup. Semakin banyak ia bersholawat dan menyebut nabi, maka cintanyapun semakin bergemuruh di dalam hatinya sehingga tidak ada lagi di dalam hatinya penolakan terhadap perintah-perintahnya, tidak ada lagi keraguan terhadap apa-apa yang dibawanya, bahkan hal tersebut telah tertulis di dalam hatinya, menerima petunjuk, kemenangan dan berbagai jenis ilmu darinya. Ulama-ulama yang mengetahui dan mengikuti sunnah dan jalan hidup beliau, setiap pengetahuan mereka bertambah tentang apa yang beliau bawa, maka bertambah pula cinta dan pengetahuan mereka tentang hakekat sholawat yang diinginkan untuknya dari Allah.

Sholawat dan salam untuk nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya
{[['']]}

Masjid "NYENTRIK" Muhammad Cheng Hoo

Foto diambil tanggal 20 Agustus 2011, disaat istirahat & sholat selepas tugas Survey di Purbalingga
{[['']]}

Gaza Hari Ini: Tangisan Dan Rintihan

{[['']]}

Kata - Kata Hikmah Khulafa'ur Rasyidin

Syd. Abu Bakar ra. Berkata :

Orang yang bakhil itu tidak akan terlepas daripada salah satu daripada 4 sifat yang
membinasakan, yaitu:

· Ia akan mati dan hartanya akan diambil oleh warisnya, lalu dibelanjakan bukan pada
tempatnya.
· Hartanya akan diambil secara paksa oleh penguasa yang zalim.
· Hartanya menjadi rebutan orang-orang jahat dan akan dipergunakan untuk kejahatan
pula.
· Adakalanya harta itu akan dicuri dan dipergunakan secara berfoya-foya pada jalan
yang tidak berguna.

Syd. Umar Ibnu Khattab ra. berkata :
· Orang yang banyak ketawa itu kurang wibawanya.
· Orang yang suka menghina orang lain, dia juga akan dihina.
· Orang yang menyintai akhirat, dunia pasti menyertainya.
· Barangsiapa menjaga kehormatan orang lain, pasti kehormatan dirinya akan terjaga.

Syd. Usman Ibnu Affan ra. berkata :
Antara tanda-tanda orang yang bijaksana itu ialah:
· Hatinya selalu berniat suci
· Lidahnya selalu basah dengan zikrullah
· Kedua matanya menangis kerana penyesalan (terhadap dosa)
· Segala perkara dihadapainya dengan sabar dan tabah
· Mengutamakan kehidupan akhirat daripada kehidupan dunia.

Syd. Ali Karramallahu Wajhah berkata :
· Tiada solat yang sempurna tanpa jiwa yang khusyu'.
· Tiada puasa yang sempurna tanpa mencegah diri daripada perbuatan yang sia-sia.
· Tiada kebaikan bagi pembaca al-Qur'an tanpa mengambil pangajaran daripadanya.
· Tiada kebaikan bagi orang yang berilmu tanpa memiliki sifat warak (memelihara diri
dan hati- hati dari dosa).
· Tiada kebaikan mengambil teman tanpa saling sayang-menyayangi.
· Nikmat yang paling baik ialah nikmat yang kekal dimiliki.
· Doa yang paling sempurna ialah doa yang dilandasi keikhlasan.
· Barangsiapa yang banyak bicara, maka banyak pula salahnya,siapa yang banyak
salahnya, maka hilanglah harga dirinya,siapa yang hilang harga dirinya, bererti dia
tidak warak.Sedang orang yang tidak warak itu bererti hatinya mati.
{[['']]}

Keutamaan 10 Hari Terakhir Bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan merupakan bulan yang agung, bulan yang selalu dijadikan momentum untuk meningkatkan kebaikan, ketakwaan serta menjadi ladang amal bagi orang-orang yang shaleh dan beriman kepada Allah SwT.
Tidak terasa, Ramadhan tahun ini sudah mendekati akhir karena telah telah memasuki 10 hari terakhir. Sebagian ulama kita membagi fase bulan Ramadhan dengan tiga bagian. Fase pertama, yaitu 10 hari pertama adalah sebagai fase rahmat, 10 hari kedua atau pertengahan adalah fase maghfiroh, serta fase ketiga atau 10 hari terakhir adalah fase pembebasan dari api neraka. Maka saat ini kita berada dalam fase ketiga, yaitu fase pembebasan dari api neraka. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Salman al- farisi, “Adalah bulan Ramadhan, awalnya rahmat, pertengahannya ampunan dan akhirnya pembebasan dari api neraka.”
Rasulullah Muhammad Saw, yang merupakan manusia terpilih dan suri tauladan terbaik bagi kita, jika Ramadhan memasuki 10 hari terakhir, maka beliau semakin memaksimalkan diri dalam beribadah. Beliau menghidupkan malam harinya untuk mendekatkan diri kepada Allah SwT, bahkan beliau membangunkan keluarganya agar turut beribadah. Dari Aisyah r.a., ia menceritakan tentang keadaan Nabi Saw ketika memasuki sepuluh hari terakhir Ramadhan, “Beliau jika memasuki sepuluh hari terakhir Ramadhan, mengencangkan ikat pinggang, menghidupakn malamnya dan membangunkan keluarganya.” (HR. Bukhari).
Rasulullah Saw sangat memerhatikan 10 hari terakhir bulan Ramadhan karena di dalamnya begitu banyak keutamaan yang bisa didapatkan pada waktu-waktu tersebut. Beberapa di antaranya: Pertama, sebagaimana sudah lazim kita pahami bahwa sepuluh hari terakhir pada bulan Ramadhan adalah turunnya lailatul qadr. Malam yang sangat dinantikan untuk didapatkan oleh orang-orang yang melaksanakan ibadah puasa dengan penuh keimanan dan pengharapan ridha Allah SwT, karena pada malam tersebut siapa saja yang beribadah kepada Allah SwT dengan penuh keimanan dan pengharapan kepada Allah SwT maka nilai ibadahnya sama dengan bernilai ibadah selama 1000 bulan yang juga berarti sama dengan 83 tahun 4 bulan. Sebagaimana firman Allah SwT dalam surat Al-Qadr ayat 3: “Lailatul Qdr itu lebih baik dari seribu bulan.” (QS. Al-Qadr: 3).
Tentunya dengan mendapatkan lailatul qadr adalah suatu hal yang sangat membahagiakan bagi orang yang beriman yang melaksanakan ibadah puasa dengan penuh keimanan kepada Allah SwT. oleh karenanya, pada hari 10 terakhir ini tidak sedikit dari kaum muslimin yang melakukan i’tikaf di masjid agar rangkaian ibadah yang dilaksanakan, shalat malam, tadarus Al-Qur’an, berdzikir dan amalan-amalan lainnya dapat dilaksanakan dengan khusyuk, tentunya dengan tujuan lailatul qadr dapat diraih. Pada malam tersebut keberkahan Allah swT melimpah ruah, banyaknya malaikat yang turun pada malam tersebut, termasuk Jibril a.s. Allah SwT berfirman: “Malam itu (penuh) kesejahteraan hingga terbit fajar.” (QS. Al-Qadr; 5).
Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah saw juga menyebutkan tentang keutamaan melakukan qiyamullail di malam tersebut. Beliau bersabda. “Barangsiapa melakukan shalat malam pada lailatul qadr karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Keutamaan kedua adalah sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan merupakan pamungkas bulan ini, sehingga hendaknya setiap insan manusia yang beriman kepada Allah SwT mengakhiri Ramadhan dengan kebaikan, yaitu dengan berupaya dengan semaksimal mungkin mengerahkan segala daya dan upayanya untuk meningkatkan ibadah pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan. Karena amal perbuatan itu tergantung pada penutupnya atau akhirnya.
Rasullah Saw bersabda: “Ya Allah, jadikan sebaik-baik umurku adalah penghujungnya. Dan jadikan sebaik-baik amalku adalah pamungkasnya. Dan jadikan sebaik-baik hariku adalah hari di mana saya berjumpa dengan-Mu kelak.”
Dengan demikian mari kita maksimalkan sisa-sisa bulan Ramadhan ini dengan meningkatkan amaliyah ibadah kita kepada Allah SwT dengan qiyamullail (menghidupkan malam) pada bulan Ramadhan, khususnya pada malam-malam penghujung bulkan ini. Semoga kita mendapatkan segala limpahan kemuliaan dari Allah SwT. Amiiiin……
{[['']]}

Rumah Tempat Tinggal, Suatu Nikmat yang Terlupakan


Rumah adalah suatu nikmat dari Allah yang terkadang, bahkan sering ‘dilupakan’ oleh manusia. Padahal dengan adanya rumah, manusia bisa mendapatkan banyak sekali kemudahan dan kesenangan dalam hidup.
Allah mengingatkan kita akan kenikmatan ini dalam surat An-Nahl: 80,
وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ بُيُوتِكُمْ سَكَنًا
Allah menjadikan bagimu rumah-rumahmu sebagai tempat tinggal …”.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat di atas, “Allah mengingatkan akan kesempurnaan nikmat yang Dia curahkan atas para hamba-Nya, berupa rumah tempat tinggal yang berfungsi untuk memberikan ketenangan bagi mereka. Mereka bisa berteduh (dari panas dan hujan) dan berlindung (dari segala macam bahaya) di dalamnya.  Juga bisa mendapatkan sekian banyak manfaat lainnya”.
Tidak Adanya Rumah Adalah Kesedihan Dan Kesusahan
Nikmat baru terasa tatkala lenyap. Begitulah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan hal ini. Ya, dengan hilang dan rusaknya rumah, kita baru merasakan betapa besar nikmat tersebut. Terkadang, Allah ta’ala menghukum dan menyiksa suatu kaum dengan cara menghancurkan rumah-rumah mereka.
Lihatlah bagaimana Allah menghukum Bani Nadhir dengan menghancurkan rumah-rumah mereka! (Baca: Q.S. Al-Hasyr: 2).
Lihat pula, bagaimana Allah menyiksa kaum Tsamud dengan meruntuhkan rumah tempat tinggal mereka, padahal sebelumnya mereka berbangga-bangga dengan rumah tersebut! (Cermati: Q.S. An-Naml: 51,52, Q.S. Al-A’raf: 74 dan Q.S. Al-Fajr: 9).
Kewajiban Kita Adalah Mensyukuri Nikmat
Allah berfirman,
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
(Ingatlah), tatkala Rabb-mu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian. Dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Q.S. Ibrahim: 7).
Di antara bentuk syukur atas nikmat rumah adalah:
  1. Mengakui dan meyakini dalam hati dengan sebenar-benarnya bahwa rumah adalah pemberian Allah, bukan semata karena usaha kita atau pemberian orang tua.
  2. Mengungkapkan rasa syukur dengan lisan dan menceritakan kenikmatan tersebut, dalam rangka mengingat-ingat kenikmatan, bukan dalam rangka berbangga atau sombong.
  3. Menggunakan rumah tersebut untuk menjalankan ketaatan kepada Allah semata dan menjauhkan segala bentuk kemaksiatan kepada-Nya. Di antara ketaatan terbesar yang harus dilakukan di dalam rumah kita adalah mentauhidkan (meng-esakan) Allah serta mengikuti petunjuk Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dalam setiap amalan kita. Dan di antara kemaksiatan terbesar yang harus dihindarkan dari rumah kita adalah kesyirikan.
{[['']]}

7 Sunnah Rasulullah

Cerdasnya orang yang beriman adalah, dia yang mampu mengolah hidupnya yang sesaat, yang sekejap untuk hidup yang panjang. Hidup bukan untuk hidup, tetapi hidup untuk Yang Maha Hidup. Hidup bukan untuk mati, tapi mati itulah untuk hidup.

Kita jangan takut mati, jangan mencari mati, jangan lupakan mati, tapi rindukan mati. Kerana, mati adalah pintu berjumpa dengan Allah SWT. Mati bukanlah cerita dalam akhir hidup, tapi mati adalah awal cerita sebenarnya, maka sambutlah kematian dengan penuh ketakwaan.

Hendaknya kita selalu menjaga tujuh sunnah Nabi setiap hari. Ketujuh sunnah Nabi SAW itu adalah:

Pertama,
tahajjud, kerana kemuliaan seorang mukmin terletak pada tahajjudnya.

Kedua,
membaca Al-Qur'an sebelum terbit matahari Alangkah baiknya sebelum mata melihat dunia, sebaiknya mata membaca Al-Qur'an terlebih dahulu dengan penuh pemahaman.

Ketiga,
jangan tinggalkan masjid terutama di waktu shubuh. Sebelum melangkah kemana pun langkahkan kaki ke masjid, kerana masjid merupakan pusat keberkahan, bukan kerana panggilan muadzin tetapi panggilan Allah yang
mencari orang beriman untuk memakmurkan masjid Allah.

Keempat,
jaga solat dhuha, kerana kunci rezeki terletak pada solat dhuha.


Kelima,
jaga sedekah setiap hari. Allah menyukai orang yang suka bersedekah, dan malaikat Allah selalu mendoakan kepada orang yang bersedekah setiap hari.

Keenam,
jaga wudhu terus menerus kerana Allah menyayangi hamba yang berwudhu. Kata khalifah Ali bin Abu Thalib, "Orang yang selalu berwudhu senantiasa ia akan merasa selalu solat walau ia sedang tidak solat, dan dijaga oleh malaikat dengan dua doa, ampuni dosa dan sayangi dia ya
Allah".

Ketujuh,
amalkan istighfar setiap saat. Dengan istighfar masalah yang terjadi kerana dosa kita akan dijauhkan oleh Allah.
{[['']]}

Siapa Ulama Penerus Nabi Muhammad SAW ?

Allah SWT Berfirman : “Aku akan meninggikan orang-orang yang beriman dan orang-orang yang berilmu”. Nabi SAW bersabda : “Ulama adalah pewaris-pewaris Rasulullah SAW”Siapa ulama penerus Nabi Muhammad SAW?
Di dalam Al-Qur`an dan Hadits di atas banyak pendapat bahwa Ulama adalah penerus Nabi Muhammad SAW yang diteruskan oleh sahabat-sahabatnya, diantaranya :
1. Sayyidina Abubakar Assiddiq RA
2. Sayyidina Umar bin Khatab RA
3. Sayyidina Ustman bin Affan RA
4. Sayyidina Ali bin Abi Thalib RA
Setelah kewafatan para sahabat periwayat-periwayat hadits dan Al-Qur`an diteruskan oleh para ulama, diantaranya :
1. Imam Maliki
2. Imam Hambali
3. Imam Syafi`i
4. Imam Hanafi
Seluruh Imam ini penerus Nabi Muhammad SAW yang mengajarkan tentang Allah dan Rasulullah SAW. Sampai hari ini, ajaran merekapun dilanjutkan oleh pengikut-pengikut mereka. Terutama di negeri kita Indonesia kebanyakan pengikut Imam Syafi`i.
Siapa Imam Syafi`i?
Beliau seorang ahli Fiqih, Tauhid dan Tasawuf. Hampir kurang lebih 150 Fak ilmu beliau kuasai. Karena kepintarannya beliau dijuluki Imam. Ajaran beliau di Indonesia khususnya mengajak kepada umat Rasulullah SAW untuk :
1. Tawakal (Menyerahkan diri kepada Allah SWT)
2. Qana`ah (Menerima sifat seadanya yang datang dari Allah SWT)
3. Wara’ (Berhati-hati didalam menjalankan agama)
4. Yakin (Percaya kepada Allah SWT dan apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah SAW)
Beliau menceritakan tentang Tawakal dalam kitab Tauhidnya, Qana`ah dalam kitab Fiqihnya, Wara' dalam kitab Tasawufnya dan Yakin dalam kitab Dzikirnya. Kesemua ini ilmu-ilmu beliau digunakan oleh para Wali-Wali Songo yang ada di Indonesia dan dibawa olehnya, diantara dzikir-dzikir yang dibawa oleh Imam Syafi`i dan para Wali Songo yang diteruskan olehnya :
1. Pembacaan Dzikir-dzikir shalat sunah maupun shalat wajib.
2. Pembacaan sejarah ringkas Nabi Muhammad SAW
Ajaran beliau diterima oleh seluruh rakyat Indonesia yang dibawa oleh para Wali Songo sampai ajaran ini dinamakan Ahlu Sunnah Wal Jama`ah yang diteruskan oleh Ulama-Ulama, Kyai dan para Habaib pada tahun 600 Hijriyah.
Ulama-ulama, kyai diseluruh Indonesia yang ber-Mahzab Imam Syafi`i menyebar di pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi khususnya kota Jakarta bersama para Habaib. Jadi ajaran Imam Syafi`I telah lebih dahulu masuk ke negeri Indonesia sebelum ajaran-ajaran lain yang sudah demikian banyak di negeri Indonesia ini. Ajaran Imam Syafi`i lebih dikenal dekat oleh masyarakat dalam bentuk :
1. Pembacaan Yasin dan Tahlil
2. Pembacaan Ratib
3. Pembacaan Maulid
4. Pembacaan Manaqib Tuan Syekh Abdul Qadir Al-Jailani
5. Majlis-majlis ta`lim kitab kuning (penafsiran Al-Qur`an dan Hadits)
6. Memakai Usholi jika shalat
7. Memakai Qunut jika shalat Shubuh.
Dan masih banyak lagi yang lain yang berdasarkan Al-Qur`an dan Hadits Rasulullah SAW yang beliau bawa. Maka inilah yang disebut penerus-penerus ulama Rasulullah SAW yang wajib kita sebagai umat Islam tidak terpecah belah, ajaran-ajaran yang baru yang akan melupakan kita kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW dan para ulama yang membawa jasa seperti Imam Syafi`i dan para Wali Songo.
Demikianlah pengertian ulama-ulama Rasulullah yang wajib kita contohi dan kita ikuti agar kita selamat dari azab Allah SWT dan azab yang ada di dunia dan di akherat. Jadikanlah perbedaan itu bukan perpecahan karena Nabi SAW bersabda : “Apabila diakhir hayatnya manusia mengucapkan kalimat Laa IlahaIlallah maka dia terhitung manusia yang diridhoi Allah dalam khusnul khotimah”. Karena Allah SWT berfirman : ”Tidak ada pemaksaan di dalam agama”
Ummat Islam harus waspada terhadap hasutan dan usaha-usaha (sisa-sisa usaha) penjajah dan antek-antek Yahudi yang tidak menyenangi/ menghendaki kebesaran Islam dan Muslimin dan berupaya menghancurkan serta menghapuskan kawan-kawan Muslimin yang menjadi tujuan serta program dari mereka (Yahudi), Allah SWT berfirman : “Dan tidak akan pernah ridho orang-orang Yahudi dan Nasrani sampai kita mengikuti agama mereka”(QS Al-Baqarah 120). Dengan bermacam-macam dan berganti-ganti cara serta berusaha menunggangi/ memperalat orang Islam itu sendiri untuk memutuskan jalur silaturahmi ummat dengan Nabinya, Ulamanya dan Pemimpinnya baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia.
Himbauan :
Carilah jalan yang telah bersambung kepada Al-Qur`an, Hadits, Ijma' dan Kias (contoh-contoh agama), melalui silsilah atau urutan ilmu yang tidak terputus dari Shalafuna Sholeh hingga kepada Rasulullah SAW, maka niscaya kita akan selamat di dunia dan di akhirat.
{[['']]}

Peran Thoriqoh Dalam Membersihkan Hati

Bila kita mau melihat lebih jauh tentang filosofis atau makna‘ Al Mudghoh’. Hati sering digunakan dengan maksud makna jiwa, dan hati yang bermakna liver. Untuk menggambarkan betapa pentingnya menjaga hati yang bermakna jiwa manusia saya akan menguraikan mudhgoh atau hati dalam hadis tersebut dengan makna liver. Ini analog saja untuk memudahkan pemahaman pada tujuan dari pembahasan kita ini.Mudghoh atau hati letaknya di dalam tubuh manusia. Tubuh manusia membutuhkan perhatian yang serius. Perlu kita ketahui bahwa penyakit-penyakit manusia bersumberkan dari hati . baik dan tidaknya metabolism tubuh seseorang tergantung pada baik dan tidaknya darah darah orang tersebut. Dan darah itu akan menjadi baik dan tidak tergantung dua hal:
Pertama; apa yang dimakan dan yang dan bagaimana cara memperoleh makanan itu. Apa yang dimakan adalah harus sehat, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daging-dagingan yang memperkuat stamina. Kemudian darimana yang kita makan atau bagaimana cara mendapatkan makanan itu. Yang jelas makanannya harus halal, halal disini sudak mencakup pengertian makanan itu diperoleh dengan cara yang benar.
Kedua darah itu baik dan tidaknya adalah bersumber dari pencernaan. Pencernaan yang berfungsi dengan baik akan membuat darah baik dan begitu juga sebaliknya; jika pencernaannya tidak berfungsi dengan baik maka darah yang dihasilkannya juga tidak baik.
Upaya untuk membantu memperbaiki pencernaan biasa kita lakukan paling tidak satu tahun sekali; yaitu puasa Ramadhan. Puasa Ramadhan diantara manfaatnya adalah membersihkan semua organ-organ manusia. Panasnya pencernaan orang-orang yang berpuasa akan membakar hal-hal yang negative dalam pencernaan seperti bachsil dan bakteri. Dan lain sebagainya. Dengan demikian pencernaan dapat kita analogikan seperti bejana yang kita gunakan untuk memasakn segala sesuatu.
Kita bayangkan seandainya bejana itu tidak pernah dicuci. Setalah kita gunakan untuk memasak ikan laut, kita gunakan untuk memasak telur, terus demikian silih beganti sehingga menimbulkan kerak pada bejana itu. Demikian pula pencernaan, kerak-kerak, imbas daripada yang kita makan lambat atau cepat mempengaruhi proses kerja perncernaan atas makanan yang kita konsumsi.
Sangat jelas sekali bahwa pencernaan tidak bisa bekerja sendiri. Hasil proses pencernaan dilimpahkan ke ginjal, pancreas sampai pada liver. Dari kerja sama yang kompak menghasilkan beberapa hal, diantaranya darah putih, darah merah, sperma, keringat, air kencing dan kotoran.
Dari hasil kerja sama yang baik antara organ tubuh manusia tersebut akan menghasilkan lima hal di atas yang baik pula. Bila akibat proses kerja pencernaan yang kurang baik sehingga terjadi darah kotor dalam tubuh manusia, maka sangat diperlukan sekali pembersih. Yang pertama untuk membersihkan pencernaan yang menjadi sumber pengelola makanan dalam tubuh. Kedua membersihkan apa yang telah di olah.
Tugas liver adalah menjatah atau menyalurkan darah ke jantung, ke otak kecil. Apakah tidak mungkin apabila darah atau kotoran akan mempengaruhi fisik otak manusia serta sarafnya. Sehingga kurang mampu untuk berfikir baik, membuka wawasan, dan pandangan yang jauh. Apalagi jelas kita tidak menginginkan pola fikir-pola fikir yang kurang baik. Yang tidak menguntungkan bagi pribadi kita, baik dalam urusan dunia dan maupun akhirat kita.
Dengan hasil darah yang baik, sehat, akan sangat membantu dalam kecerdasan; dari kecerdasan hati sampai kecrdasan akal. Sehingga menumbuhkan pola fikir dan wawasan serta pandangan yan jernih. Bisa memilah mana yang menguntungkan dalam dunia dan akhiratnya. Dan mana yang merugikan dalam kedua hal tersebut.
Secara fisik saja sangat memerlukan kesehatan dan kebersihan. Hati adalah bagian tubuh manusia yang sangat berperan dalam memberikan atau dalam mensuport pola fikir, wawasan dan pandangan manusia, karena hati adalah tempatnya iman dan tempatnya nafsu. Lalu apa yang terjadi jika kita tidak mempunyai alat untuk membersihkannya.
Kita harus memberikan makanan hati serta pembersihnya seperti ilmu ma’rifat dan lain sebagainya, yang terkait dengan keimanan serta pertumbuhannya. Paling tidak kita bisa memilih mana yang di dorong oleh imannya dan mana yang didorong oleh nafsunya.
Seperti masalah pencernaah diatas bukan sesuatu hal yang mustahil bilamana kita mendiamkan kotoran-kotoran hati maka akan mempengaruhi pola fikir yang pada dasarnya akan merugikan diri sendiri.
{[['']]}

Islam Melarang Umatnya Memohon untuk MATI



Rasulullah saw. Bersabda bermaksud: “Janganlah ada diantara kamu yang bercita-cita hendak mati. Sekiranya ia seorang yang baik mudah mudahan ia dapat menambahkan lagi kebaikan, dan sekiranya ia seorang yang jahat mudah mudahan ia dapat bertaubat kepada Allah.” (Riwayat Hadith Al-Bukhari dan Muslim)

Uraian:
• Haram hukumnya bagi seseorang muslim bercita cita dan berdoa untuk mati apabila hidup didalam kesengsaraan dan menderita.
• Setiap mukmin yang panjang umurnya mempunyai banyak peluang untuk ia beramal ibadat kepada Allah sebagai bekalan di akhirat nanti.
• Islam tidak membenarkan umatnya bercita cita untuk mati, tetapi menggalakkan umatnya supaya bercita cita untuk menambahkan ilmu pengetahuan demi kemajuan ummah.
{[['']]}

Khasiat Surah Al-Waaqi'ah

a. Barang siapa membaca Surat Al-Waaqiah setiap malam maka ia tidak akan tertimpa kekafiran selamanya (Hadits)

b. Kalau ingin mendapat murah rejeki dengan tanpa kesukaran hendaklah membaca empat puluh kalidalam satu majlis selama empat puluh hari,insya Allah terkabulkan.

c. Untuk memohon kepada Allah agar selalu murah rejeki , hedaklah dibaca setiap sesudah solat ashar, empat belas kali.
d. Membaca Surat Al-Waaqiah dengan dengan thoriqoh yang istimewa sebagai berikut: Riadloh berpuasa tujuh hari , mulai hari jum1at hingga hari kamis, selama ini sesudah setiap solatFardhu membaca duapuluh lima kali, dimulai sesudah solat subuhnya hari jum'at dan yang terakhir jatuh setelah sholat isya' malam jum'at kemudian, sebagai penutup, setelah membaca duapuluh lima kali, lalu ditambah lagi seratus dua puluh lima (125) kali dan bacaan sholawat seribu kali (1000) kali. selanjutnya sesudah setiap sesudah subuh dan magrib, supaya membaca sekali-sekali, Insya Allah menjadi orang Kaya.

e. Kalau dibacakan pada mayyit, maka Allah meringankan siksa terhadapnya, atau orang yang sedang sakit, maka redalah sakitnya, atau kepada orang yang keritis akan meninggal, maka segera keluarlah ruhnya dengan enak, atau kepada wanita yang hendak melahirkan agar mudah kelahirannya

Membaca Surat Al-Waaqi’ah dan memahami maknanya InsyaAllah kita terhindar dari api neraka. selain itu khasiat surah waqiah juga untuk memurahkan rizky.

oleh PASEBAN TOMBO ATI
{[['']]}

Keutamaan 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah

Segala puji bagi Allah Tuhan segenap alam, shalawat dan salam atas nabi dan rasul termulia, Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam serta seluruh shahabatnya.

Termasuk karunia Allah Subhanahu Wata'ala dan pertolonganNya adalah menjadikan muslim kebaikan bagi hambaNya yang shalih dan memperpanjang umur mereka untuk menyongsong kebahagiaan dan kesejahteraan di hari kemudian. Waktu-waktu yang agung dan termulia itu diantaranya adalah sepuluh hari (awal) bulan Dzulhijjah. Dalil-dalilnya adalah:

Firman Allah Subhanahu Wata'ala artinya, “Demi fajar, dan malam yang sepuluh.” (Al-Fajar: 1-2) Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan, bahwa yang di maksud adalah 10 hari pertama pada bulan Dzulhijjah.

Firman Allah Subhanahu Wata'ala, artinya, “Pada hari-hari yang telah ditentukan.” (Al-Hajj: 28) Ibnu Abbas berkata yaitu: hari-hari sepuluh (Dzulhijjah).

Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu berkata, Rasulullah bersabda, “Tiada amal ibadah di hari apapun yang lebih utama dari 10 hari ini” mereka bertanya, “tidak pula jihad? Rasulullah bersabda: “Tidak pula jihad, kecuali seseorang yang keluar mempertaruhkan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun.” (HR. Al-Bukhari)

Ibnu Umar radhiyallahu 'anhuberkata: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallambersabda: “Tiada hari-hari yang paling agung di sisi Allah dan dicintaiNya untuk beramal di dalamnya dari pada 10 hari (Dzulhijjah) ini, maka perbanyaklah tahlil, takbir, dan tahmid pada saat ini.” (HR. At-Thabrani)

Ibadah Yang Dianjurkan Pada Hari-Hari Tersebut :

Shalat; Disunnahkan berangkat lebih awal menuju (jamaah) shalat fardhu. Memperbanyak shalat sunnah, karena hal itu merupakan sarana pendekatan yang paling utama.

Sahabat Tsauban radhiyallahu 'anhu berkata, saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallambersabda “Hendaklah kalian memperbanyak sujud kepada Allah. Kerena sesungguhnya tidaklah kalian sujud sekali saja, kecuali Allah akan mengangkat kalian semua kepadaNya dengan sujud itu satu derajat dan menggugurkan dengannya dari kalian satu dosa” (HR. Muslim) dan ini umumnya bagi setiap waktu.

Puasa: Diriwayatkan dari sahabat Hunaidhan bin Khalid dari istrinya dari sebagian istri Nabi berkata: “Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa pada 9 Dzulhijjah, sepuluh Muharram dan tiga hari setiap bulan” (HR. Ahmad, Abu Daud dan An-Nasa’i)

Imam An-Nawawi rahimahullah berkata tentang puasa di hari-hari sepuluh (awal) Dzulhijjah: “Sesungguhnya ia amat dianjurkan”

Takbir, tahlil dan tahmid; sebagaimana telah di nukil dari hadits Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu di atas: “Maka perbanyaklah tahlil, takbir dan tahmid”

Imam Al-Bukhari rahimahullah berkata: “Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu dan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu keluar ke pasar sambil mengumandangkan takbir dan orang-orang membaca takbir karena takbir beliau berdua.” Al-Bukhari juga mengatakan, “Umar bertakbir di kubah beliau di Mina sehingga jamaah masjid bertakbir mengumandangkannya dan bertakbir semua, penghuni pasar-pasar bertakbir sehingga Mina merata dengan gema takbir”.

Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu juga bertakbir di Mina di hari-hari itu, usai shalat fardhu, di atas kudanya, dalam tenda, di waktu duduk dan berjalannya, di hari itu seluruhnya disunnahkan mengeraskan takbir karena Umar, putranya dan Abi Hurairah melakukan demikian.

Puasa pada hari Arafah; bagi selain yang melaksanakan ibadah haji sangat dianjurkan berpuasa hari Arafah karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda tentang puasa Arafah ini, “Yaitu menjadi jaminan Allah untuk menghapus (dosa-dosa hamba) setahun sebelumnya dan setahun sesudahnya” (HR. Muslim).

Keutamaan Hari Qurban

Banyak kaum muslimin yang lupa akan keagungan hari ini padahal para ulama berpendapat bahwa hari ini adalah hari yang paling utama dalam satu tahun secara mutlak bahkan melebihi hari Arafah.

Ibnu Qoyim berkata, “ Sebaik-baik hari disisi Allah adalah hari Raya Qurban, yaitu hari raya Haji yang agung”. Sebagaimana dijelaskan dalam Sunan Abu Dawud dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, “Sesungguhnya seagung-agung hari di sisi Allah adalah hari raya Qurban, kemudian hari menetap” (hari menetap yaitu hari menetap di Mina, yaitu tanggal sebelas). Demikian pula hari Arafah, yang juga sama-sama mulia dan agung.

Dengan Apa Menyambut Saat-Saat Kebajikan

Seyogyanya seluruh kaum Muslimin menyambut musim-musim kabajikan ini dengan bertaubat yang benar dan bersungguh-sungguh setulus hati meninggalkan dosa dan kemaksiatan, karena dosa menjadi sebab terhalanginya manusia dari fadhilah Tuhan dan menjadikan hatinya tertutup dari perlindunganNya.

Seyogyanya pula menyongsong dengan tekad dan kemauan yang kuat dan benar untuk merebut amalan-amalan yang diridhai Allah sebab orang yang bersungguh-sungguh menuju Allah, maka Allah pasti bersungguh-sungguh kepadanya.

Firman Allah Subhanahu Wata'ala, artinya, “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”. (QS. Al-Ankabut: 69)

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang, luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa” (QS. Ali Imran :133)

Maka marilah senantiasa bersemangat merebut kesempatan yang akan segera lewat, sebelum benar-benar terlewatkan hingga kita menyesal padahal penyesalan begini tidak berguna. Dan masuklah dalam golongan orang-orang yang dipuji Allah Subhanahu Wata'aladalam firmanNya, artinya, “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdo’a kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” (QS. al-Anbiya: 90)

HUKUM HARI RAYA QURBAN

Hari raya ini adalah keistimewaan khusus buat umat kita, perayaan agama yang meriah, termasuk syiar dienul Islam, maka marilah kita berpartisipasi dan mengagungkannya. Allah Subhanahu Wata'ala berfirman, artinya, “Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati”. (QS: al-Hajj: 32)

Adab-adab dan hukum Idul Adha:

Takbir, disyariatkan bertakbir mulai Shubuh hari Arafah (9 Dzulhijjah) sampai pada waktu Ashar di akhir hari Tasyriq (tanggal 13 Dzulhijjah).

Disunnahkan bagi kaum pria meninggikan suaranya di masjid-masjid pasar, rumah, juga setiap usai shalat wajib sebagai bukti mengagungkan Allah dan menampakkan ibadah dan syukur kepadaNya.

Menyembelih Qur’ban; Dilaksanakan setelah shalat hari raya, karena Rasul shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang menyembelih sebelum shalat maka hendaklah mengulangi berikutnya dan siapa belum menyembelih hendaklah menyembelih.” (HR. Al-Bukhari).

Waktu menyembelih adalah 4 hari, yaitu hari Idul Adha dan 3 hari Tasyrik (tanggal: 11, 12 dan 13) sebagaimana sabda Rasul shallallahu 'alaihi wasallam, “Seluruh hari Tasyrik adalah hari-hari menyembelih” (Silsilah hadits shahih No. 2476)

Mandi dan menggunakan minyak wangi bagi kaum lelaki; Berpakaian yang paling bagus tanpa berlebihan maupun terlalu panjang, tidak mencukur jenggot, karena hukumnya haram. Sedangkan bagi kaum perempuan disyariatkan keluar ke tempat shalat tanpa pakaian mewah dan tanpa minyak wangi. Jangan sampai dalam shalat yang tujuannya berbuat ketaatan kepada Allah, mereka malah memakai pakaian yang menentangNya, seperti pakaian mewah, membuka aurat dan wewangian di depan lelaki.
Makan daging Qurban: “Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallamtidak makan sampai kembali dari shalat kemudian makan dari daging Qurban”.

Pergi ke tempat shalat Ied dengan berjalan kaki selagi tidak menyusahkan. Menurut sunnah, shalat hari Raya adalah dilaksanakan di tanah lapang kecuali ada halangan, seperti hujan, maka dilaksanakan di dalam masjid seperti yang dilakukan Rasul shallallahu 'alaihi wasallam.

Shalat bersama kaum muslimin, lalu mendengarkan khutbah. Berdasarkan firman Allah Subhanahu Wata'ala, yang artinya, “Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah” (QS. 108: 2)

Shalat Ied tidak boleh ditinggal kecuali karena udzur menurut syariat, kaum wanita diperintahkan mendatangi juga, termasuk wanita yang sedang haidh, juga orang tua, namun posisi wanita yang haidh menjauh dari tempat shalat.

Melewati jalan yang berbeda: Di sunnahkan bagi Anda berangkat ke mushalla (tempat shalat di lapangan) hari raya ini melewati satu jalan dan pulang lewat jalan yang lain, karena Rasulullah n melaksanakan demikian.

Mengucapkan selamat berhari raya di bolehkan seperti ucapan semoga Allah menerima amal ibadah kami dan Anda sekalian.

Berhati-hatilah saudara dari kesalahan sebagian manusia, di antaranya :

Takbir dengan berjamaah: dengan suara satu atau mengulang-ulang setelah takbir seseorang.

Perbuatan sia-sia yang diharamkan, seperti mendengarkan nyanyian, menonton film-film, berkencan maupun pertemuan lelaki dan perempuan selain mahram, dan kemaksiatan lainnya.

Memotong rambut dan kuku bagi yang akan berkorban sampai setelah menyembelih, karena dilarang Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam .

Berpesta pora; berboros-borosan atau mubadzir tanpa ada keperluan dan kebaikan. (Waznin Mahfudh)

Sumber: Disarikan dari Nasrah Darul Qasim, Fadhlu ‘Arsy Dzilhijjah.

{[['']]}
Facebook Twitter LinkedIn Google Plus RSS Feed Favorites More

Popular Posts

Followers

get this
 
Copyright © 2011 - TeDjo's Blog
Created by : Teguh Rahardjo's Blogger