Recent Article

Kode Warna HTML


Cara Pasang Kode Warna (HTML Color Code) pada Blog

Untuk mengambil kode HTML dari warna yang sobat inginkan, silahkan sobat klik Menu Gir Warna yang berputar, setelah itu sobat perhatikan kotak yang berwarna yang berada di sebelah kanan Gir tersebut. Disana terdapat kode seperti ini :#660099, #47006B, #EABFFE, dan #D580FE, itu adalah kode warnanya, jadi sobat blogger tinggal copy paste kode tersebut di blog sobat.
Atau kebalikannya, yaitu dengan memasukkan kode warna pada kotak yang berada dibawah Menu Gir, kemudian sobat klik Update lalu akan muncul warna yang sesuai dengan kode yang sobat masukkan.




MENU


{[['']]}

My 2nd Daughter


Rizkyana Nur Aulia

divine-music.info

{[['']]}

My 3rd Son


Muhammad Ismail Arrosyiid





{[['']]}

Sejarah Peringatan Maulid Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.

Setiap muslim wajib mencintai Nabinya, Rasulullah Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Mencintai beliau tidaklah seperti mencintai manusia selainnya. Karena mencintai beliau termasuk pokok ajaran dien dan pondasi dasar keimanan. Bahkan kita menjadikan kecintaan kepada beliau sebagai  bagian dari ibadah yang agung. Kita beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah dengan mencintai dan memuliakannya. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta'ala,

فَالَّذِينَ آَمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

"Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung." (QS. Al-A'raf: 157)
النَّبِيُّ أَوْلَى بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ

"Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri." (QS. Al-Ahzab: 6)

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, "Dan demi Zat yang jiwaku berada di tangn-Nya (Demi Allah), tidaklah beriman salah seorang kamu sehingga aku lebih ia cintai daripada diirnya, hartanya, anaknya, dan manusia seluruhnya." (HR. Al-Bukhari)

Di dalam al-Shahih disebutkan, Amirul Mukminin Umar bin al-Khathab Radhiyallahu 'Anhu berkata: "Wahai Rasulullah, demi Allah sungguh engkau adalah orang yang paling aku cintai daripada segala sesuatu kecuali diriku." Kemudian Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda kepadanya, "Tidak, wahai Umar, sehingga aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri." Lalu Umar berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah sungguh engkau adalah orang yang paling aku cintai daripada segala sesuatu sehingga daripada diriku sendiri." Kemudian Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyahut, "Sekarang (baru benar) wahai Umar."
Maka dari sini diketahui, mencintai Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bukan urusan nomor dua atau suatu pilihan, yakni jika seseorang mau mencintainya maka ia boleh mencintainya dan jika tidak mau maka tidak apa-apa. Tetapi mencintai Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam adalah kewajiban atas setiap muslim yang menjadi inti keimanan. Kecintaan kepada beliau ini haruslah lebih kuat daripada kecintaan terhadap apapun, sampai kepada diri sendiri.
Sedangkan bukti kecintaan kepada beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam adalah dengan berittiba’ (mengikuti sunnahnya), taat dan berpegang teguh pada petunjuknya. Mengambil setiap yang beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam berikan dari urusan dien ini dan meningalkan apa yang beliau larang. Sehingga seorang pecinta Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam akan membenarkan setiap yang beliau beritakan, mentaati apa yang beliau perintahkan, meninggalkan apa yang beliau larang, dan tidak beribadah kepada Allah kecuali dengan apa yang disyariatkannya.
Allah Ta'ala berfirman,
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ

"Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Ali Imran: 31)
Al Qadhi 'Iyadl rahimahullah, berkata: "Di antara bentuk cinta kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah dengan menolong sunnahnya, membela syariahnya, berangan-angan hidup bersamanya, . . . "

Ibnu Rajab, dalam Fathul Bari Syarh Shahih al Bukhari, menyebutkan bahwa kecintaan bisa sempurna dengan ketaatan, sebagai firman Allah Ta'ala:

قُلْ إِن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللّهُ

"Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku." (QS. Ali Imran: 31)
Karenanya klaim cinta kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak dapat diterima dengan sekadar memeringati hari kelahiran beliau. Di mana hal itu tidak pernah dilakukan oleh umat terbaik yang telah membuktikan kecintaan kepada beliau dengan sebenar-benarnya. Mereka korbankan jiwa, raga, dan apa saja yang mereka miliki untuk mendukung Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Maka jika kebenaran cinta kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam adalah dengan memperingati dan merayakan hari kelahirannya, pastinya para sahabat akan lebih dulu mengerjakannya. Jika merayakan maulid adalah memiliki pahala besar tentu para sahabat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam akan lebih dulu mengawalinya. Tidak ada generasi yang lebih rakus kepada kebaikan dan lebih kuat kecintaan kepada Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam daripada orang-orang beriman yang pernah melihat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam  dan pernah hidup bersamanya.

Sejarah Peringatan Maulid Nabi 

Dalam catatan sejarah, motivasi orang-orang yang mula-mula melakukan peringatan maulid Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam -yaitu pengikut mazhab Bathiniyyah- adalah tidak didasari rasa cinta kepada beliau, tapi untuk tujuan politis.
Pelopor pertama peringatan maulid Nabi shallallahu 'alaihi wasallam adalah Bani Ubaid al-Qaddaah atau yang lebih dikenal dengan al-Fathimiyyun atau Bani Fathimiyyah pada pertengahan abad ke empat Hijriyah, setelah berhasil memindahkan dinasti Fathimiyah dari Maroko ke Mesir pada tahun 362 H.
Perayaan maulid diadakan untuk menarik simpati masyarakat yang mayoritasnya berada dalam kondisi ekonomi yang sangat terpuruk untuk mendukung kekuasaannya dan masuk ke dalam mazhab bathiniyahnya yang sangat menyimpang dari akidah, bahkan bertentangan dengan Islam.
Pakar sejarah yang bernama Al Maqrizy menjelaskan bahwa begitu banyak perayaan yang dilakukan oleh Fatimiyyun dalam setahun. Dan beliau menyebutkan kurang lebih 25 perayaan yang rutin dilakukan setiap tahun dalam masa kekuasaannya, termasuk di antaranya adalah peringatan maulid Nabi. Tidak hanya perayaan-perayaan Islam tapi lebih parah lagi, mereka juga mengadakan peringatan hari raya orang-orang Majusi dan Nashrani yaitu hari Nauruz (tahun baru Persia), hari Al Ghottos, hari Milad (Natal), dan hari Khamisul ‘Adas (perayaan tiga hari sebelum Paskah).
Fakta sejarah, peringatan maulid tidak ditemukan pada masa Nabi  shallallahu 'alaihi wasallam dan masa tiga generasi pertama Islam yang disebut sebagai generasi terbaik umat ini. Sehingga menyebabkan banyak di antara ulama yang mengingkarinya dan memasukkannya ke dalam bid'ah haram.
Tak dipungkiri, di antara ulama ada yang menganggapnya sebagai bid'ah hasanah (inovasi yang baik), selama tidak dibarengi dengan kemungkaran. Pendapat ini diwakili antara lain oleh Ibnu Hajar al Atsqalani dan as-Suyuti. Keduanya mengatakan bahwa status hukum maulid Nabi adalah bid’ah mahmudah (bid’ah terpuji). Tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, tetapi keberadaannya membawa maslahat walaupun juga tidak lepas dari berbagai mudharat.
Keabsahan peringatan maulid Nabi bagi mereka disandarkan pada dalil umum yang tidak berhubungan langsung dengan titik permasalahan, sedangkan para ulama yang menentangnya membangun argumentasinya melalui pendekatan normatif tekstual yang tidak ditemukan baik secara tersurat maupun secara tersirat dalam Al-Quran dan al-Sunnah, dan diperkuat dengan kaedah umum dalam ibadah yang menuntut adanya dalil spesifik yang menunjang disyariatkannya suatu ibadah. Wallahu Ta'ala A'lam. [PurWD/voa-islam.com]
{[['']]}

Sifat Mulia Rasulullah

Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, "Wahai saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya" .
Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah SAW mendatanginya dengan membawakan makanan, dan tanpa berucap sepatah kata pun Rasulullah SAW menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu adalah Rasulullah SAW. Rasulullah SAW melakukan hal ini setiap hari sampai beliau wafat.

Setelah wafatnya Rasulullah SAW, tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari sahabat terdekat Rasulullah SAW yakni Abubakar RA berkunjung ke rumah anaknya Aisyah RA yang tidak lain tidak bukan merupakan isteri Rasulullah SAW dan beliau bertanya kepada anaknya itu,
"Anakku, adakah kebiasaan kekasihku yang belum aku kerjakan?". Aisyah RA menjawab, "Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali satu saja".

"Apakah Itu?", tanya Abubakar RA.
"Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada di sana", kata Aisyah RA.

Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abu Bakar RA mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar RA mulai menyuapinya, sipengemis marah sambil menghardik,

"Siapakah kamu?". Abubakar RA menjawab, "Aku orang yang biasa (mendatangi engkau)." "Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku" ,
bantah si pengemis buta itu."Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut setelah itu ia berikan padaku", pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Abubakar RA tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, "Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku
adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW".

Seketika itu juga pengemis itu pun menangis mendengar penjelasan Abubakar RA, dan kemudian berkata, "Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia....Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar RA saat itu juga dan sejak hari itu menjadi muslim. Nah, wahai saudaraku, biasakah kita meneladani kemuliaan akhlaq Rasulullah SAW? Atau adakah setidaknya niat untuk meneladani beliau? Beliau adalah ahsanul akhlaq, semulia-mulia akhlaq. Kalaupun tidak biasa kita meneladani beliau seratus persen, alangkah baiknya kita berusaha meneladani sedikit demi sedikit, kita mulai dari apa yang kita sanggup melakukannya.Sebarkanlah riwayat ini ke sebanyak orang apabila kamu mencintai Rasulullahmu dan amalkan sunnah Rasulullah. ..
{[['']]}

My 1st Son

Selamat Ulang Tahun Anakku
"Tegar Prasetyo Wibowo"

Ya Allah. Anugerahkan kepadaku kelangsungan hidup anakku, panjangkan usianya, sehatkan badannya, akhlaknya, agamanya, sejahterakan jiwa dan raganya, alirkan rezekinya melalui tanganku, anugerahkan kepadanya kecerdasan akal dan kebeningan hati.
Bantulah aku, mendidiknya, berbuat baik kepadanya dari sisiMu. Jadikan anakku, mendekatiku, menyayangiku, mencintaiku. Jadikan anakku, orang yang baik dan takwa, yang punya pandangan dan pendengaran yang taat kepadaMu, yang mencintai dan setia kepada kekasihMu, Muhammad.
Berikan semua itu dengan petunjuk dan rahmatMu, berikan kepada kami apa yang terbaik di dunia dan akhirat. Amin


 Selamat ulang tahun anakku tercinta







Free Music Online
{[['']]}

Membesarkan atau mengagungkan Maulid Nabi SAW

Wahai para pengikut Wahabi, silahkan kalian berteriak lebih lantang dan lebih sombong lagi. Silahkan gembar-gemborkan berita dan isu-isu bahwa Sahabat Khulafa’urrosyidin dan Ulama Salaf Shalih tidak berkenan dengan Maulid Nabi Saw. Silahkan terus tebarkan kebohongan-kebohongan, tapi FAKTA AKAN BICARA lebih keras dan jelas dalam misi membela kebenaran!

Berikut adalah fakta bahwa Sahabat Khulafa’urrosyidin dan Ulama tiga generasi menganjurkan dan memotivasi ummat Islam agar diselenggarakan majelis untuk membesarkan atau mengagungkan Maulid Nabi Saw.


1. Abu Bakar ash-Shiddiq
Telah berkata Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq: “Barangsiapa yang menafkahkan satu dirham bagi menggalakkan bacaan Maulid Nabi saw., maka ia akan menjadi temanku di dalam syurga.” (sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)

2. Umar bin Khottob al-Furqon
Telah berkata Sayyidina ‘Umar: “Siapa yang membesarkan (memuliakan) majlis maulid Nabi saw. maka sesungguhnya ia telah menghidupkan Islam.” (sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)

3. Utsman bin ‘Affan Dzun-Nuraini
Telah berkata Sayyidina Utsman: “Siapa yang menafkahkan satu dirham untuk majlis membaca maulid Nabi saw. maka seolah-olah ia menyaksikan peperangan Badar dan Hunain” (sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)

4. Ali bin Abi Tholib Karomallahu wajhah
Telah berkata ‘Ali : “Siapa yang membesarkan majlis maulid Nabi saw. dan karenanya diadakan majlis membaca maulid, maka dia tidak akan keluar dari dunia melainkan dengan keimanan dan akan masuk ke dalam syurga tanpa hisab”. (sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)

5. Syekh Hasan al-Bashri
Telah berkata Hasan Al-Bashri: “Aku suka seandainya aku mempunyai emas setinggi gunung Uhud, maka aku akan membelanjakannya untuk membaca maulid Nabi saw. (sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)

6. Syekh Junaid al-Baghdady
Telah berkata Junaid Al-Baghdadi semoga Allah mensucikan rahasianya: “Siapa yang menghadiri majlis maulid Nabi saw. dan membesarkan kedudukannya, maka sesungguhnya ia telah mencapai kekuatan iman”. (sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)

7. Syekh Ma’ruf al-Karkhy
Telah berkata Ma’ruf Al-Karkhi: “Siapa yang menyediakan makanan untuk majlis membaca maulid Nabi saw. mengumpulkan saudaranya, menyalakan lampu, memakai pakaian yang baru, memasang bau yang wangi dan memakai wangi-wangian karena membesarkan kelahiran Nabi saw, niscaya Allah akan mengumpulkannya pada hari kiamat bersama kumpulan yang pertama di kalangan nabi-nabi dan dia berada di syurga yang teratas (Illiyyin)” (sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)

8. Fakhruddin ar-Rozi
Telah berkata seorang yang unggul pada zamannya, Imam Fakhruddin Al-Razi: “Tidaklah seseorang yang membaca maulid Nabi saw ke atas garam atau gandum atau makanan yang lain, melainkan akan zahir keberkatan padanya, dan setiap sesuatu yang sampai kepadanya (dimasuki) dari makanan tersebut, maka makanan tersebut akan bergoncang dan tidak akan tetap sehingga Allah mengampunkan orang yang memakannya”.
“Sekirannya dibacakan maulid Nabi saw. ke atas air, maka orang yang meminum seteguk dari air tersebut akan masuk ke dalam hatinya seribu cahaya dan rahmat, akan keluar daripadanya seribu sifat dengki, penyakit dan tidak mati hati tersebut pada hari dimatikan hati-hati”.
“Siapa yang membaca maulid Nabi saw. pada suatu dirham yang ditempa dengan perak atau emas dan dicampurkan dirham tersebut dengan yang lainnya, maka akan jatuh ke atas dirham tersebut keberkatan, pemiliknya tidak akan fakir dan tidak akan kosong tangannya dengan keberkatan Nabi saw.” (sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)

9. Imam as-Syafii
Telah berkata Imam Asy-Syafi’i: “Siapa yang menghimpunkan saudaranya (sesama Islam) untuk mengadakan majlis maulid Nabi saw., menyediakan makanan dan tempat serta melakukan kebaikan, dan dia menjadi sebab dibaca maulid Nabi saw. itu, maka dia akan dibangkitkan oleh Allah pada hari kiamat bersama ahli siddiqin (orang-orang yang benar), syuhada’ dan solihin serta berada di dalam syurga-syurga Na’im.” (sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)

10. as-Sary as-Saqothy
Telah berkata As-Sariyy As-Saqothi: “Siapa yang pergi ke suatu tempat yang dibacakan di dalamnya maulid Nabi saw. maka sesungguhnya ia telah pergi ke satu taman dari taman-taman syurga, karena tidaklah ia menuju ke tempat-tempat tersebut melainkan lantaran kerana cintanya kepada Nabi saw. Sesungguhnya Rasulullah saw. telah bersabda: “Sesiapa yang mecintaiku, maka ia akan bersamaku di dalam syurga.” (sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)

11. Syihabuddin Ahmad Ibnu Hajar al-Haitami
“Siapa yang hendak membesarkan maulid Nabi saw. maka cukuplah disebutkan sekedar
ini saja akan kelebihannya. Bagi siapa yang tidak ada di hatinya hasrat untuk membesarkan maulid Nabi saw. sekiranya dipenuhi dunia ini dengan pujian ke atasnya, tetap juga hatinya tidak akan tergerak untuk mencintai Nabi saw. Semoga Allah menjadikan kami dan kalian di kalangan orang yang membesarkan dan memuliakannya dan mengetahui kadar kedudukan Baginda saw. serta menjadi orang yang teristimewa di kalangan orang-orang yang teristimewa di dalam mencintai dan mengikutinya. Aamiin, wahai Tuhan sekalian alam. Semoga Allah melimpahkan rahmat atas penghulu kami Nabi Muhammad saw. keluarganya dan sahabat-sahabatnya sekalian hingga Hari Kemudian.”

(sumber dari kitab anni’matul kubro ‘alaa al-’aalam fii maulid sayyidii waladii aadam karya Imam Syihabuddin Ahmad ibnu Hajar al-Haitami as-Syafii)
{[['']]}

Syi'ir Tanpo Waton

Karya : Al-magfurlah KH Abdurrahman Wachid (Gus Dur)


Astagfirullah robbal baroya…
Astagfirulloh minal khootooya…
Robbi zidni ilmannaafii’ah…
Wawaffikni amalansolihah…

Yarosulalloh salammunalaik…
Yaarofiasaaniwaddaaroji…
Atfataiyazi rotal aalaamin…
Yauuhailaljuu diwaalkaromi…
Yauuhailalzuuu diwalkaromi…

Ngawiti ingsun nglarassyi’iran
Kelawan muji maring pengeran
Kang paring rohmat lan kenikmatan
Rino wengine tanpo petungan
Rino wengine tanpo petungan

Duh bolo konco priyo wanito
Ojo mung ngaji syareat bloko
Gur pinter ndongeng nulis lan moco
Tembe mburine bakal sangsoro
Tembe mburine bakal sangsoro

Akeh kang apal Qur’an hadise
Seneng ngafirke marang liyane
Kafire dewe dak digatekke
Yen isih kotor ati akale
Yen isih kotor ati akale

Gampang kabujuk nafsu angkoro
Ing pepaese gebyare ndunyo
Iri lan meri sugihe tonggo
Mulo atine peteng lan nisto
Mulo atine peteng lan nisto

Ayo sedulur jo nglaleake
Wajibe ngaji sak pranatane
Nggo ngandellake iman taukhite
Baguse sangu mulyo matine
Baguse sangu mulyo matine

Kang aran soleh bagus atine
Kerono mapan seri ngelmune
Laku thoreqot lan ma’rifate
Ugo hakekot manjing rasane
Ugo hakekot manjing rasane

Alquran qodim wahyu minulyo
Tanpo dinulis biso diwoco
Iku wejangan guru waskito
Den tancepake ing jero dodo
Den tancepake ing jero dodo

Kumantil ati lan pikiran
Mrasuk ing badan kabeh jeroan
Mu’jizat rosul dadi pedoman
Minongko dalan manjinge iman
Minongko dalan manjinge iman

Kelawan Alloh kang moho suci
Kudu rangkulan rino lan wengi
Ditirakati diriyadohi
Dzikir lan suluk jo nganti lali
Dzikir lan suluk jo nganti lali

Uripe ayem rumongso aman
Dununge roso tondo yen iman
Sabar narimo najan pas pasan
Kabeh tinakdir saking pengeran
Kabeh tinakdir saking pengeran

Kelawan Konco Dulur lantonggo
Kang podo rukun podo ngasiho
Iku Sunahe Rosul kang mulyo
Nabi Muhammad panutan kito
Nabi Muhammad panutan kito

Ayo nglakoni sakabehane
Alloh kang bakal ngangkat drajate
Senajan ashor toto dhohire
Ananging mulyo maqom drajate
Ananging mulyo maqom drajate

Lamun parasto ing pungkasane
Ora kesasar roh lan sukmane
Den gadang Alloh swargo manggone
Utuh mayite ugo ulese
Utuh mayite ugo ulese

Yarosulalloh salammunalaik…
Yaarofiasaaniwaddaaroji…
Atfataiyazi rotal aalaamin…
Yauuhailaljuu diwaalkaromi…
Yauuhailalzuuu diwalkaromi…

ALFAATIHAH

{[['']]}

Keutamaan Sifat Qanaa'ah

Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ

“Sungguh sangat beruntung seorang yang masuk Islam, kemudian mendapatkan rezeki yang secukupnya dan Allah menganugerahkan kepadanya sifat qana’ah (merasa cukup dan puas) dengan rezeki yang Allah berikan kepadanya.”

Hadits yang mulia menunjukkan besarnya keutamaan seorang muslim yang memiliki sifat qanaa’ah, karena dengan itu semua dia akan meraih kebaikan dan keutamaan di dunia dan akhirat, meskipun harta yang dimilikinya sedikit.
{[['']]}

Hisab Pada Hari Pembalasan

Beriman kepada hari Akhir dan kejadian yang ada padanya merupakan salah satu rukun iman yang wajib diyakini oleh setiap muslim. Untuk mencapai kesempurnaan iman terhadap hari Akhir, maka semestinya setiap muslim mengetahui peristiwa dan tahapan yang akan dilalui manusia pada hari tersebut. Di antaranya yaitu masalah hisab (perhitungan) yang merupakan maksud dari iman kepada hari Akhir. Karena, pengertian dari beriman kepada hari kebangkitan adalah, beriman dengan hari kembalinya manusia kepada Allah lalu dihisab. Sehingga hakikat iman kepada hari kebangkitan adalah iman kepada hisab ini.

PENGERTIAN HISAB
Pengertian hisab disini adalah, peristiwa Allah menampakkan kepada manusia amalan mereka di dunia dan menetapkannya. Atau Allah mengingatkan dan memberitahukan kepada manusia tentang amalan kebaikan dan keburukan yang telah mereka lakukan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyatakan, Allah akan menghisab seluruh makhluk dan berkhalwat kepada seorang mukmin, lalu menetapkan dosa-dosanya. Syaikh Shalih Ali Syaikh mengomentari pandangan ini dengan menyatakan, bahwa inilah makna al muhasabah (proses hisab). Demikian juga Syaikh Ibnu Utsaimin menyatakan, muhasabah adalah proses manusia melihat amalan mereka pada hari Kiamat.

Hisab Menurut Istilah Aqidah Memiliki Dua Pengertian :
Pertama : Al ‘Aradh (pemaparan). Juga demiliki mempunyai dua pengertian juga :

1). Pengertian umum, yaitu seluruh makhluk ditampakkan di hadapan Allah dalam keadaan menampakkan lembaran amalan mereka. Ini mencakup orang yang dimunaqasyah hisabnya dan yang tidak dihisab.

2). Pemaparan amalan maksiat kaum Mukminin kepada mereka, penetapannya, merahasiakan (tidak dibuka dihadapan orang lain) dan pengampunan Allah atasnya. Hisab demikian ini dinamakan hisab yang ringan (hisab yasir).


Kedua : Munaqasyah, dan inilah yang dinamakan hisab (perhitungan) antara kebaikan dan keburukan.


Untuk itulah Syaikhul Islam menyatakan, hisab, dapat dimaksudkan sebagai perhitungan antara amal kebajikan dan amal keburukan, dan di dalamnya terkandung pengertian munaqasyah. Juga dimaksukan dengan pengertian pemaparan dan pemberitahuan amalan terhadap pelakunya.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan di dalam sabdanya:

مَنْ حُوسِبَ عُذِّبَ قَالَتْ عَائِشَةُ فَقُلْتُ أَوَلَيْسَ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا قَالَتْ فَقَالَ إِنَّمَا ذَلِكِ الْعَرْضُ وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ يَهْلِكْ

“Barangsiapa yang dihisab, maka ia tersiksa”. Aisyah bertanya,”Bukankah Allah telah berfirman ‘maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah’. ” Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab: “Hal itu adalah al ‘aradh. Namun barangsiapa yang dimunaqasyah hisabnya, maka ia akan binasa”. [Muttafaqun ‘alaihi]

HISAB PASTI ADA
Kepastian adanya hisab ini telah dijelaskan di dalam al Qur`an dan Sunnah. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala :

"Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah", [al Insyiqaq / 84 : 7-8].

"Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang, maka dia akan berteriak: “Celakalah aku”. Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka)". [al Insyiqaq / 84:10-12]

"Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka, kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka". [al Ghasyiyah / 88 : 25-26]

"Pada hari ini, tiap-tiap jiwa diberi balasan dengan apa yang diusahakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisabnya". [al Mu’min / 40 : 17]

Sedangkan dalil dari Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, di antaranya hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari Aisyah, dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau berkata:

لَيْسَ أَحَدٌ يُحَاسَبُ إِلَّا هَلَكَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلَيْسَ اللَّهُ يَقُولُ حِسَابًا يَسِيرًا قَالَ ذَاكِ الْعَرْضُ وَلَكِنْ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ هَلَكَ

“Tidak ada seorangpun yang dihisab kecuali binasa,” Aku (Aisyah) bertanya,”Wahai Rasulullah, bukankah Allah berfirman ‘pemeriksaan yang mudah’?” Beliau menjawab,”Itu adalah al aradh, namun barangsiapa yang diperiksa hisabnya, maka binasa”.

Imam Ibnu Abil Izz (wafat tahun 792 H) menjelaskan, makna hadits ini adalah, seandainya Allah memeriksa dengan menghitung amal kebajikan dan keburukan dalam hisab hambaNya, tentulah akan mengadzab mereka dalam keadaan tidak menzhalimi mereka sedikitpun, namun Allah memaafkan dan mengampuninya.

Demikian juga umat Islam, sepakat atas hal ini. Sehingga apabila seseorang mengingkari hisab, maka ia telah berbuat kufur, dan pelakunya sama dengan pengingkar hari kebangkitan.

HISAB MANUSIA DAN HEWAN
Syaikhul Islam menyatakan: “Allah akan menghisab seluruh makhlukNya”.

Dari pernyataan ini, Syaikhul Islam menjelaskan, bahwa Allah akan menghisab seluruh makhlukNya. Namun ini termasuk menggunakan lafahz bermakna umum tapi yang dimaksudkan adalah tertentu saja. Yaitu khusus yang Allah bebani syariat. Karena pemberlakuan proses hisab itu pada amalan baik dan buruk hamba yang mukallaf, mencakup manusia dan jin. Begitu pula Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menyatakan, bahwa hisab ini juga mencakup jin, karena mereka mukallaf. Oleh karena itu, jin kafir masuk ke dalam neraka, sebagaimana disebutkan menurut nash syariat dan Ijma’. Firman Allah Subhanahuw a Ta'ala menyebutkan :

"Allah berfirman:"Masuklah kamu sekalian ke dalam neraka bersama umat-umat jin dan manusia yang telah terdahulu sebelum kamu… " [al A'raf/. 7:38]

Yang mukmin masuk syurga, menurut mayoritas ulama dan ini yang benar sebagaimana ditunjukkan oleh firman Allah:

"Dan bagi orang yang takut saat menghadap Rabb-nya ada dua surga. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan. Kedua surga itu mempunyai pohon-pohonan dan buah-buahan. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? Di dalam kedua surga itu ada dua buah mata air yang mengalir. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? Di dalam kedua surga itu terdapat segala macam buah-buahan yang berpasang-pasangan. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? Mereka bertelekan di atas permadani yang sebelah dalamnya dari sutra. Dan buah-buahan kedua surga itu dapat (dipetik) dari dekat. Maka nikmat Rabb kamu yang manakah yang kamu dustakan? Di dalam Surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni Surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin". [ar Rahman / 55 : 46 – 56]

Dikecualikan dalam hal ini, yaitu mereka yang masuk surga tanpa hisab maupun adzab. Begitu pula dengan hewan yang tidak memiliki pahala dan dosa.

Adapun orang kafir, apakah dihisab ataukah tidak? Dalam permasalahan ini, para ulama berselisih pendapat. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa orang kafir tidak dihisab. Sedangkan sebagian lainnya menyatakan mereka dihisab.

Syaikhul Islam mendudukkan permasalahan ini dengan pernyataan beliau rahimahullah : “Pemutus perbedaan (dalam masalah ini), yaitu hisab dapat dimaksudkan dengan pengertian pemaparan dan pemberitahuan amalan mereka, serta celaan terhadap mereka. Dapat (juga) dimaksudkan dengan pengertian perhitungan antara amal kebajikan dengan amal keburukan. Apabila yang diinginkan dengan kata "hisab" adalah pengertian pertama, maka jelas mereka dihisab. Namun bila dengan pengertian kedua, maka bila dimaksudkan bahwa orang kafir tetap memiliki kebajikan yang menjadikannya pantas masuk surga, maka (pendapat demikian) ini jelas keliru. Tetapi bila yang dimaksudkan mereka memiliki tingkatan-tingkatan dalam (menerima) adzab, maka orang yang banyak dosa kesalahannya, adzabnya lebih besar dari orang yang sedikit dosa kesalahannya, dan orang yang memiliki kebajikan, maka diringankan adzabnya, sebagaimana Abu Thalib lebih ringan adzabnya dari Abu Lahab. Allah berfirman:

"Orang-orang yang kafir dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah, Kami tambahkan kepada mereka siksaan di atas siksaan disebabkan mereka selalu berbuat kerusakan". [an Nahl / 16:88]

"Sesungguhnya mengundur-undur bulan haram itu adalah menambah kekafiran". [at Taubah / 9:37]

Apabila adzab sebagian orang kafir lebih keras dari sebagian lainnya -karena banyaknya dosa dan sedikitnya amal kebaikan- maka hisab dilakukan untuk menjelaskan tingkatan adzab, bukan untuk masuk syurga.
.
Dengan penjelasan Syaikhul Islam tersebut, maka hisab di atas, maksudnya adalah dalam pengertian menghitung, menulis dan memaparkan amalan-amalan kepada mereka, bukan dalam pengertian penetapan kebaikan yang bermanfaat bagi mereka pada hari Kiamat untuk ditimbang melawan amalan keburukan mereka. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

"Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Rabb mereka dan (kufur terhadap) perjumpaan dengan Dia, maka hapuslah amalan-amalan mereka, dan Kami tidak mengadakan suatu penilaian bagi (amalan) mereka pada hari Kiamat".[al Kahfi / 18 : 105]

AMALAN ORANG KAFIR DI DUNIA
Amalan kebaikan yang dilakukan orang kafir di dunia terbagi menjadi dua. Pertama, yang disyaratkan padanya Islam dan niat. Amalan-amalan ini tidak diterima dan tidak bermanfaat baginya di dunia dan akhirat. Kedua, amalan yang tidak disyaratkan Islam padanya, seperti keluhuran budi pekerti, menunda penagihan hutang bagi yang tidak mampu membayar dan lain-lainnya. Amalan-amalan ini akan diberi balasannya di dunia.
.
Syaikh Kholil Haras menyatakan: “Yang benar adalah, semua amalan kebaikan yang dilakukan orang kafir hanya dibalas di dunia saja. Hingga bila datang hari Kiamat, ia akan mendapati lembaran kebaikannya kosong”. Demikian ini, karena Allah berfirman:

"Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan" [al Furqaan / 25 : 23]

"Orang-orang yang kafir kepada Rabb-nya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras pada suatu hari yang berangin kencang. Mereka tidak dapat mengambil manfaat sedikitpun dari apa yang telah mereka usahakan (di dunia). Yang demikian itu adalah kesesatan yang jauh".[Ibrahim / 14 : 18].

Ada pendapat lain yang menyatakan amalan kebaikan mereka di dunia dapat meringankan adzab mereka. Menurut pendapat ini, amalan kebaikan yang tidak disyaratkan Islam padanya, pada hari Kiamat akan mendapat balasan untuk menutupi kezhalimannya terhadap orang lain. Apabila antara kezhalimannya seimbang dengan amalan tersebut, maka ia hanya diadzab disebabkan oleh kekufurannya saja. Namun, bila orang kafir ini tidak memiliki amal kebaikan di dunia, maka ditambahkan adzabnya yang disebabkan kekufurannya.

CARA HISAB
Hisab ini dilakukan dalam satu waktu, dan Allah Subhanahu wa Ta'ala sendiri yang akan melakukannya, sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sabda beliau :

مَا مِنْكُمْ أَحَدٌ إِلَّا سَيُكَلِّمُهُ رَبُّهُ لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ تُرْجُمَانٌ فَيَنْظُرُ أَيْمَنَ مِنْهُ فَلَا يَرَى إِلَّا مَا قَدَّمَ مِنْ عَمَلِهِ وَيَنْظُرُ أَشْأَمَ مِنْهُ فَلَا يَرَى إِلَّا مَا قَدَّمَ وَيَنْظُرُ بَيْنَ يَدَيْهِ فَلَا يَرَى إِلَّا النَّارَ تِلْقَاءَ وَجْهِهِ فَاتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ

"Tidak ada seorangpun dari kalian kecuali akan diajak bicara Rabb-nya tanpa ada penterjemah antara dia dengan Rabb-nya. Lalu ia melihat ke sebelah kanan, hanya melihat amalan yang pernah dilakukannya; dan ia melihat kekiri, hanya melihat amalan yang pernah dilakukannya. Lalu melihat ke depan, kemudian hanya melihat neraka ada di hadapannya".

Kemudian diberikan kitab yang telah ditulis malaikat agar dibaca dan diketahui oleh setiap orang. Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala menyebutkan :

"Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami. Kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya?” Dan mereka mendapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Rabb-mu tidak menganiaya seorang juapun". [al Kahfi / 18 : 49]

Allah Subhanahu wa Ta'ala memang menulis semua amalan hambaNya, yang baik maupun yang buruk, sebagaimana firmanNya:

"Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula" [al Zalzalah / 99:7-8].

"Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allah semuanya, lalu diberitakanNya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allah mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan Allah Maha Menyaksikan segala sesuatu". [al Mujaadilah / 58 : 6].

Sehingga seluruh pelaku perbuatan melihat amalannya dan tidak dapat mengingkarinya, karena bumi menceritakan semua amalan mereka. Begitu pula seluruh anggota tubuh pun berbicara tentang perbuatan yang telah ia lakukan. Dijelaskan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

"Apabila bumi digoncangkan dengan goncangannya (yang dahsyat), dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat (yang dikandung)nya, dan manusia bertanya: “Mengapa bumi (jadi begini),” pada hari itu bumi menceritakan beritanya". [al Zalzalah / 99 : 1-4].

"Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan." [Yaasin / 36:65]

CARA HISAB SEORANG MUKMIN DAN KAFIR
Allah Subhanahu wa Ta'ala yang Maha Pengasih dan Maha Lembut tidak menghisab kaum Mukminin dengan munaqasyah, namun mencukupkan dengan al aradh. Dia hanya memaparkan dan menjelaskan semua amalan tersebut di hadapan mereka, dan Dia merahasiakannya, tidak ada orang lain yang melihatnya, lalu Allah berseru : “Telah Aku rahasiakan hal itu di dunia, dan sekarang Aku ampuni semuanya”.

Demikian dijelaskan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Ibnu ‘Umar, beliau berkata :

سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ يُدْنِي الْمُؤْمِنَ فَيَضَعُ عَلَيْهِ كَنَفَهُ وَيَسْتُرُهُ فَيَقُولُ أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا فَيَقُولُ نَعَمْ أَيْ رَبِّ حَتَّى إِذَا قَرَّرَهُ بِذُنُوبِهِ وَرَأَى فِي نَفْسِهِ أَنَّهُ هَلَكَ قَالَ سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ فَيُعْطَى كِتَابَ حَسَنَاتِهِ وَأَمَّا الْكَافِرُ وَالْمُنَافِقُونَ فَيَقُولُ الْأَشْهَادُ هَؤُلَاءِ الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى رَبِّهِمْ أَلَا لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ

"Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah mendekati seorang mukmin, lalu meletakkan padanya sitar dan menutupinya (dari pandangan orang lain), lalu (Allah) berseru : ‘Tahukah engkau dosa ini? Tahukah engkau dosa itu?’ Mukmin tersebut menjawab,’Ya, wahai Rabb-ku,’ hingga bila selesai meyampaikan semua dosa-dosanya dan mukmin tersebut melihat dirinya telah binasa, Allah berfirman,’Aku telah rahasiakan (menutupi) dosa itu di dunia, dan Aku sekarang mengampunimu,’ lalu ia diberi kitab kebaikannya. Sedangkan orang kafir dan munafik, maka Allah berfirman : ‘Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Rabb mereka’. Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zhalim”. [HR al Bukhari]

Adapun orang-orang kafir, mereka akan dipanggil di hadapan semua makhluk. Kepada mereka disampaikan semua nikmat Allah, kemudian akan dipersaksikan amalan kejelekan mereka disana. Dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

فَيَلْقَى الْعَبْدَ فَيَقُولُ أَيْ فُلْ أَلَمْ أُكْرِمْكَ وَأُسَوِّدْكَ وَأُزَوِّجْكَ وَأُسَخِّرْ لَكَ الْخَيْلَ وَالْإِبِلَ وَأَذَرْكَ تَرْأَسُ وَتَرْبَعُ فَيَقُولُ بَلَى قَالَ فَيَقُولُ أَفَظَنَنْتَ أَنَّكَ مُلَاقِيَّ فَيَقُولُ لَا فَيَقُولُ فَإِنِّي أَنْسَاكَ كَمَا نَسِيتَنِي ثُمَّ يَلْقَى الثَّانِيَ فَيَقُولُ أَيْ فُلْ أَلَمْ أُكْرِمْكَ وَأُسَوِّدْكَ وَأُزَوِّجْكَ وَأُسَخِّرْ لَكَ الْخَيْلَ وَالْإِبِلَ وَأَذَرْكَ تَرْأَسُ وَتَرْبَعُ فَيَقُولُ بَلَى أَيْ رَبِّ فَيَقُولُ أَفَظَنَنْتَ أَنَّكَ مُلَاقِيَّ فَيَقُولُ لَا فَيَقُولُ فَإِنِّي أَنْسَاكَ كَمَا نَسِيتَنِي ثُمَّ يَلْقَى الثَّالِثَ فَيَقُولُ لَهُ مِثْلَ ذَلِكَ فَيَقُولُ يَا رَبِّ آمَنْتُ بِكَ وَبِكِتَابِكَ وَبِرُسُلِكَ وَصَلَّيْتُ وَصُمْتُ وَتَصَدَّقْتُ وَيُثْنِي بِخَيْرٍ مَا اسْتَطَاعَ فَيَقُولُ هَاهُنَا إِذًا قَالَ ثُمَّ يُقَالُ لَهُ الْآنَ نَبْعَثُ شَاهِدَنَا عَلَيْكَ وَيَتَفَكَّرُ فِي نَفْسِهِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْهَدُ عَلَيَّ فَيُخْتَمُ عَلَى فِيهِ وَيُقَالُ لِفَخِذِهِ وَلَحْمِهِ وَعِظَامِهِ انْطِقِي فَتَنْطِقُ فَخِذُهُ وَلَحْمُهُ وَعِظَامُهُ بِعَمَلِهِ وَذَلِكَ لِيُعْذِرَ مِنْ نَفْسِهِ وَذَلِكَ الْمُنَافِقُ وَذَلِكَ الَّذِي يَسْخَطُ اللَّهُ عَلَيْهِ

"Lalu Allah menemui hambaNya dan berkata : “Wahai Fulan! Bukankah Aku telah memuliakanmu, menjadikan engkau sebagai pemimpin, menikahkanmu dan menundukkan untukmu kuda dan onta, serta memudahkanmu memimpin dan memiliki harta banyak?" Maka ia menjawab: “Benar”. Allah berkata lagi: “Apakah engkau telah meyakini akan menjumpaiKu?” Maka ia menjawab: “Tidak,” maka Allah berfirman : “Aku biarkan engkau sebagaimana engkau telah melupakanKu”.
Kemudian (Allah) menemui orang yang ketiga dan menyampaikan seperti yang disampaikan di atas. Lalu ia (orang itu) menjawab: "Wahai Rabbku! Aku telah beriman kepadaMu, kepada kitab suciMu dan rasul-rasul Mu. Juga aku telah shalat, bershadaqah," dan ia memuji dengan kebaikan semampunya. Allah menjawab: "Kalau begitu, sekarang (pembuktiannya)," kemudian dikatakan kepadanya: "Sekarang Kami akan membawa para saksi atasmu," dan orang tersebut berfikir siapa yang akan bersaksi atasku. Lalu mulutnya dikunci dan dikatakan kepada paha, daging dan tulangnya: "Bicaralah!" Lalu paha, daging dan tulangnya bercerita tentang amalannya, dan itu untuk menghilangkan udzur dari dirinya. Itulah nasib munafik dan orang yang Allah murkai". [HR Muslim].

Demikianlah keadaan tiga jenis manusia. Yang pertama seorang mukmin, ia mendapatkan ampunan dan kemuliaan Allah. Yang kedua seorang yang kafir dan ketiga orang munafik. Keduanya mendapat laknat dan kemurkaan Allah.

Oleh karena itu, bersiaplah menghadapinya dengan mempersiapkan bekal ilmu yang bermanfaat dan amal shalih yang cukup, memperbanyak mengingat hari perhitungan ini dan melihat kepada amalan yang telah kita perbuat. Mudah-mudahan Allah memberikan taufiq kepada kita untuk memperbanyak bekal, yang nantinya dengan bekal tersebut kita menghadap sang pencipta dan mendapat keridhaanNya.

Washallahu ‘ala Nabiyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi ajma’in.

Oleh
Ustadz Abu Asma Kholid Syamhudi
{[['']]}

Shalawat Bagi Nabi Muhammad

Ayat 33:56 yaitu yang secara tradisi dimaknai sebagai kewajiban kita umat muslim untuk mengirimkan salawat kepada Nabi, adalah salah satu ayat yang paling disalah-pahami oleh kita dan tradisi beragama kita, hasilnya beratus juta umat muslim mengagungkan Nabi Muhammad (diluar kemauannya, karena beliaupun sudah meninggal) bukannya semata hanya mengagungkan Allah.

Translasi Dari DepAg Tentang Ayat Shalawat Kepada Nabi
Inna Allaaha wamalaa-ikatahu yushalluuna ‘alaa annabiyyi yaa ayyuhaa alladziina aamanuu shalluu ‘alayhi wasallimuu tasliimaan. (33:56)
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (33:56)

Kalau kita pertanyakan kepada kaum muslim secara umum: “apa sih maksudnya shalawat kepada Nabi itu?” atau kalau ditanyakan ke saya dulu ketika masih awam, jawab saya adalah: “mendoakan Nabi untuk keselamatannya!” ..kalau saya dikejar lagi oleh pertanyaan lain “keselamatan bagaimana dan untuk apa?” … jawaban saya: “saya tidak tahu pasti..atau supaya dia/Nabi tambah disayangin Allah…ditinggikan oleh-Nya?... semacam itulah.

Tapi terus terang dulu..dulu hanya beberapa tahun lalu, saya tidak tahu apa-apa, kehidupan saya juga jauh dari hal seperti ini.. jauh dari kemauan untuk mengetahui hal seperti ini, dan bagusnya seingat saya, dari semenjak kecil saya tidak punya kebiasaan untuk mengagungkan Nabi Muhammad (kecuali yang saya baca di tahiyat akhir dalam shalat tradisi saya).

AKAR KATA dari yushalluuna, shalluu, yushallii, washalli adalah: SHALA dari Shad Lam Waw.

Kata Shalawat Dengan Makna Berbeda-Beda

SATU

Kalau kita baca keterangan di Translasi Qur’an Indonesia/DepAg – Yushalli atau Shalawat:

Shalawat Allah kepada Nabi adalah curahan rahmat-Nya kepada Nabi.

Shalawat Malaikat kepada Nabi adalah malaikat memohonkan rahmat dari Allah untuk Nabi.

Shalawat orang beriman kepada Nabi: adalah perintah Allah supaya orang beriman memohonkan rahmat untuk Nabi sebagai jalan memelihara hubungan kepada Nabi.

Coba artikan dan analisa sendiri:
Allah mencurahkan rahmat-Nya, sedang Malaikat memohonkan (bukankah Allah sudah memberikan rahmat-Nya pada ayat yang sama?).. tidak cukup hanya Malaikat, semua orang beriman diperintahkan Allah untuk memohonkan rahmat dari Allah sendiri untuk Nabi? – “pabaliut ngga?” …kok pengertian shalawat berbeda-beda untuk Allah, untuk Malaikat dan untuk kita?… belum lagi kalau kita pertanyakan:

Allah kok minta kita mengagungkan mahluk ciptaan-Nya sendiri? Mungkin tidak?

Kalau jawabnya iyah, banyak sekali kontradiksinya dengan perintah Dia.

DUA

TEPAT-kah tidak terjemahan Al-Qur’an Indonesia bahkan umumnya terjemahan Inggris dari penterjemah yang pada terkenal sekalipun? Betulkah “yushalli” “shalluu” itu translasi yang paling tepatnya adalah “blessing” atau “rahmat”? Coba KITA LIHAT dan tidak usah jauh-jauh, 13 ayat sebelum 33:56, yaitu 33:43:

Huwa alladzii yushallii ‘alaykum wamalaa-ikatuhu liyukhrijakum mina adz-dzulumaati ilaa annuuri wakaana bilmu/miniina raHiimaan. (33:43)
Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untuk mu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (33:43)

Dia (Allah) dan Malaikat-Nya yushallii (=shalawat) kepada kita, ke KITA loh…wow!!! untuk mengeluarkan kita dari kegelapan kepada cahaya (an-nur).
Jadi Allah dan Malaikat-Nya juga bershalawat untuk orang-orang beriman – bukan hanya Nabi saja yang Dia dan Malaikatnya beri shalawat!!

TIGA

Kita tambahkan lagi:

Khudz min amwaalihim shadaqatan tuthahhiruhum watuzakkiihim bihaa washalli ‘alayhim inna shalaataka sakanun lahum wallaahu samii’un ‘aliimun. (9:103)
Ambilah sedakah dari sebagian harta mereka, dengan itu kamu membersihkan dan memurnikan mereka, dan ber-doalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menentramkan jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (9:103)

Di sini, di 9:103 ini Nabi diperintahkan Allah untuk shalawat kepada kaumnya, pengikutnya, orang-orang beriman.

Coba kita sarikan:
  • Di 33:56: Allah, Malaikat bershalawat kepada Nabi dan kita diperintahkan ber-shalawat kepada Nabi (hasilnya adalah tradisi yang menjadikan mayoritas mengagungkan Nabi).
  • Di 33:43: Allah dan Malaikat bershalawat (memberikan) kepada kita (HASIL-nya kepada tradisi… adalah hal ini tidak pernah DIBAHAS).
  • Di 9:103: Allah memerintahkan Nabi bershalawat kepada kita (HASIL-nya kepada tradisi… adalah hal ini tidak pernah DIBAHAS)
Jadi gimana dong – so what gitu loh?

Jadi gimana dong – apakah TEPAT “sala” dan derivative-nya (yushalli, washalli, dan lain sebagainya) ditranslasikan sebagai mendoakan atau memohonkan rahmat?

Yang jelas saya yakini:
  • Kita tidak boleh meng-agungkan selain DIA.
  • DIA memerintahkan hanya untuk ibadah dan mengagungkan DIA semata.
  • DIA memerintahkan untuk tidak membeda-bedakan Nabi dan Rasulnya.
  • NABI telah meninggal, kalau maksud shalawat kita untuk bisa didengar Nabi, supaya dia memberi syafaat kepada kita juga yah ngga bener!!! Karena:
Dan tidak (pula) sama orang-orang yang hidup dan orang-orang yang mati. Sesungguhnya Allah memberikan pendengaran kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar. (35:22)

Ke level mana lagi kita mau mohonkan posisi Nabi?

Kalau shalawat itu dimaksudkan untuk memohon kepada Allah supaya “nabi ditinggikan tempatnya disisi Allah, ke level mana lagi kita mau mintakan posisi Nabi? Insya Allah Nabi-Nya ini tidak perlu lagi di-doa2kan:

Liyaghfira laka Allaahu maa taqaddama min dzanbika wamaa ta-akhkhara wayutimma ni’matahu ‘alayka wayahdiyaka shiraathan mustaqiimaan. (48:2)
supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus. (48:2)

Jelas dari ayat ini DOSA Nabi di masa dia Hidup yang sebelumnya (past) bahkan sampai dia (future) meninggal sudah dimaafkan Allah, jadi kemuliaan apa lagi yang lebih dari ini?

*Makanya saya menentang total doa setelah adzan maghrib di TV yang memohonkan supaya nabi ditinggikan dan lain sebagainya… buat apa lagi – beliau telah berada di sisi Allah.

Dengar perkataan-Nya dan ikuti yang terbaik – Pengertian shalawat yang lebih baik?

Seseorang yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang terbaik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal. (39:18)

Shalawat = Mendukung

Kata "Nabi" manakala merujuk kepada nabi Muhammad SELALU merujuk kepadanya ketika ia hidup; bukan setelah kematiannya. Ada beberapa rekan muslim penganalisa ayat 33:56 dan ayat-ayat berkaitan yang telah saya kutipkan di atas yang sampai pada kesimpulan bahwa translasi dan pengertian yang lebih tepat dari “sala” – yushalli dan semua di atas adalah sebagai berikut:

Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya mendukung (yushalli) Nabi. Hai orang-orang yang beriman, kamupun harus mendukungnya, dan dukunglah dia sepenuhnya." (33:56)
"God and His angels support the prophet, O you who believe, you too shall support him and fully recognize and accept him (as the prophet of God)." (33:56)

Karenanya makna yang lebih baik, dan Insya Allah mendekati kebenaran adalah bahwa: Shalawat = mendukung

Makna yang Insya Allah mendekati kebenaran ini, dikonfirmasi oleh ayat berikut:

Alladziina yattabi’uuna arrasuula annabiyya al-ummiyya alladzii yajiduunahu maktuuban ‘indahum fii attawraati wal-injiili ya/muruhum bilma’ruufi wayanhaahum ‘ani almunkari wayuHillu lahumu ath-thayyibaati wayuHarrimu ‘alayhimu alkhabaa-itsa wayadha’u ‘anhum ishrahum wal-aghlaala allatii kaanat ‘alayhim falladziina aamanuu bihi wa’azzaruuhu wanasharuuhu wattaba’uu annuura alladzii unzila ma’ahu ulaa-ika humu almufliHuuna. (7:157)
(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi dari kaum yang belum pernah mendapat kitab (ummi) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang percaya kepadanya, menghormatinya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung. (7:157)
"Those who believe in him (the prophet), and respect him, and support him, and follow the light (the Qur’an) that was brought down with him, those are the truly successful ones." (7:157)

Ayat ini mencakup semua yang Allah perintahkan kepada kita untuk kita lakukan kepada Nabi.

Untuk percaya kepada Nabi, yang sesuai dengan Sallimu Tasliiman pada 33:56.

Untuk mendukungnya, yang sesuai dengan Shallu Alayhii pada ayat yang sama.

Untuk taat padanya (dengan mengikuti pesan yang diwahyukan padanya, yaitu Al-Qur’an)

Hal-hal di ataslah yang diperintahkan Allah kepada setiap manusia untuk Nabi mereka, apakah mereka umat pada jaman Nabi Musa, Nabi Isa maupun Nabi Muhammad.

Pentingnya Surat Al-Araf, ayat 157 ini (7:157), adalah sangat jelas, karena ini membukakan pengertian yang menyimpang dari tiga konsep:
  • ‘Sallimu Tasliiman’ adalah perintah dari Allah kepada orang beriman untuk mengakui dan percaya kepada Nabi-Nya, berarti Allah bukannya memerintahkan untuk “memberi salam” kepada Nabi.
  • ‘Shallu Alayhii’ adalah perintah Allah kepada orang-orang yang beriman untuk mendukung Nabi-Nya, bukan perintah untuk mengucapkan dan mengulang-ulang kata-kata ‘Salli ala al-Nabi’ seperti beo, tanpa tahu apa maknanya.
  • Perintah untuk taat/patuh pada Nabi adalah perintah Allah kepada orang-orang beriman untuk mengikti cahay (Al-Qur’an) yang Dia telah wahyukan epada Nabinya (7:157), dan bukan perintah apa yang secara salah diatributkan kepada Nabi, yang dinamakn Sunna Nabi Muhammad, yang tidak pernah sekalipun disebutkan pada ayat-ayat Qur’ani.

Menutup pendapat saya, ada baiknya kita pikirkan:

Apa karena kebodohan kita yang secara tidak sadar menduakan Allah dengan Nabi, meninggalkan Al-Qur’an (hanya melagukan sambil ga ngerti) dan hidup dengan hukum-hukum dari hadits: maka umumnya negara muslim adalah negara yang terbelakang, bodoh, miskin dan kacau? – sebagai contoh kurang apa sih kita sumber daya alam dan orang namun kita miskin dan celakanya bencana demi bencana – oh yah bencana tsunami adalah yang terbesar sekarang ini yang saya tahu, dan kebanyakan korbannya ada di mana?

Saya tidak mengharapkan anda setuju dengan pendapat saya di sini, saya jadi begini setelah perjalanan panjang dan intensif gaulin Al-Qur’an hampir 2 tahunan lebih almost on daily basis. Banyak sekali kebaikan yang saya dapat… namun kelemahan saya (padahal sudah tahu salah) masih juga banyak.

Akhir kata, cobalah pelajari dan pahami sendiri Al-Qur’an dengan tekun  Teman dan saudaraku tentu kita tidak mau termasuk golongan yang di complain oleh Nabi di hari akhir nanti, sebagai berikut:

Berkatalah Rasul: "Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al Qur'an ini suatu yang tidak diacuhkan." = Mengabaikan Al-Qur’an. (25:30)
{[['']]}

Ketika Rasulullah SAW Memberikan Syafaat Kepada Ummatnya di Hari Kiamat



Ini adalah sekelumit “kisah masa depan”, ketika seluruh manusia berkumpul di hari kiamat. Kisah ini disampaikan oleh Rasulullah kepada para sahabatnya. Dalam kisah itu diceritakan bahwa Allah mengumpulkan seluruh manusia dari yang pertama hingga yang terakhir dalam satu daratan. Pada hari itu matahari mendekat kepada mereka, dan manusia ditimpa kesusahan dan penderitaan yang mereka tidak kuasa menahannya.

Lalu di antara mereka ada yang berkata, “Tidakkah kalian lihat apa yang telah menimpa kita, tidakkah kalian mencari orang yang bisa memberikan syafa’at kepada Rabb kalian?”

Yang lainnya lalu menimpali, “Bapak kalian adalah Adam AS.”

Akhirnya mereka mendatangi Adam lalu berkata, “Wahai Adam, Anda bapak manusia, Allah menciptakanmu dengan tangan-Nya, dan meniupkan ruh kepadamu, dan memerintahkan para malaikat untuk bersujud kepadamu, dan menempatkanmu di surga. Tidakkah engkau syafa’ti kami kepada Rabb-mu? Apakah tidak kau saksikan apa yang menimpa kami?”

Maka Adam berkata, “Sesungguhnya Rabbku pada hari ini sedang marah yang tidak pernah marah seperti ini sebelumnya, dan tidak akan marah seperti ini sesudahnya, dan sesungguhnya Dia telah melarangku untuk mendekati pohon (khuldi) tapi aku langgar. Nafsi nafsi (aku mengurusi diriku sendiri), pergilah kalian kepada selainku, pergilah kepada Nuh AS.”

Lalu mereka segera pergi menemui Nuh AS dan berkata, “Wahai Nuh, engkau adalah Rasul pertama yang diutus ke bumi, dan Allah telah memberikan nama kepadamu seorang hamba yang bersyukur (abdan syakuro), tidakkah engkau saksikan apa yang menimpa kami, tidakkah engkau lihat apa yang terjadi pada kami? Tidakkah engkau beri kami syafa’at menghadap Rabb-mu?”

Maka Nuh berkata, “Sesungguhnya Rabbku pada hari ini marah dengan kemarahan yang tidak pernah marah seperti ini sebelumnya, dan tidak akan marah seperti ini sesudahnya. Sesungguhnya aku punya doa, yang telah aku gunakan untuk mendoakan (celaka) atas kaumku. Nafsi nafsi, pergilah kepada selainku, pergilah kepada Ibrahim AS!”

Lalu mereka segera menemui Ibrahim dan berkata, “Wahai Ibrahim, engkau adalah Nabi dan kekasih Allah dari penduduk bumi, syafa’atilah kami kepada Rabb-mu! Tidakkah kau lihat apa yang menimpa kami?”

Maka Ibrahim berkata, “Sesungguhnya Rabb-ku pada hari ini marah dengan kemarahan yang tidak pernah marah seperti ini sebelumnya, dan tidak akan marah seperti ini sesudahnya, dan sesungguhnya aku telah berbohong tiga kali. Nafsi nafsi, pergilah kalian kepada selainku, pergilah kalian kepada Musa AS!”

Lalu mereka segera pergi ke Musa, dan berkata, “Wahai Musa, engkau adalah utusan Allah. Allah telah memberikan kelebihan kepadamu dengan risalah dan kalam-Nya atas sekalian manusia. Syafa’atilah kami kepada Rabb-mu! Tidakkah kau lihat apa yang kami alami?”

Lalu Musa berkata, “Sesungguhnya Rabb-ku pada hari ini sedang marah dengan kemarahan yang tidak pernah marah seperti ini sebelumnya, dan tidak akan pernah marah seperti ini sesudahnya. Dan sesungguhnya aku telah membunuh seseorang yang aku tidak diperintahkan untuk membunuhnya. Nafsi nafsi, pergilah kalian kepada selainku, pergilah kalian kepada Isa AS!”

Lalu mereka pergi menemui Isa, dan berkata, “Wahai Isa, engkau adalah utusan Allah dan kalimat-Nya yang dilontarkan kepada Maryam, serta ruh dari-Nya. Dan engkau telah berbicara kepada manusia semasa dalam gendongan. Berilah syafa’at kepada kami kepada Rabb-mu! Tidakkah kau lihat apa yang kami alami?”

Maka Isa berkata, “Sesungguhnya Rabb-ku pada hari ini sedang marah dengan kemarahan yang tidak pernah marah seperti ini sebelumnya, dan tidak akan marah seperti ini sesudahnya. Nafsi nafsi, pergilah kepada selainku, pergilah kepada Muhammad SAW!”

Akhirnya mereka mendatangi Muhammad SAW, dan berkata, “Wahai Muhammad, engkau adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Allah telah mengampuni dosamu yang lalu maupun yang akan datang. Syafa’atilah kami kepada Rabb-mu, tidakkah kau lihat apa yang kami alami?”

Lalu Nabi Muhammad SAW pergi menuju bawah ‘Arsy. Di sana beliau bersujud kepada Rabb, kemudian Allah membukakan kepadanya dari puji-pujian-Nya, dan indahnya pujian atas-Nya, sesuatu yang tidak pernah dibukakan kepada seorangpun sebelum Nabi Muhammad. Kemudian Allah SWT berkata kepada Muhammad, “Wahai Muhammad, angkat kepalamu, mintalah, niscaya kau diberi, dan berilah syafa’at niscaya akan dikabulkan!”

Maka Muhammad SAW mengangkat kepalanya dan berkata, “Ummatku wahai Rabb-ku, ummatku wahai Rabb-ku, ummatku wahai Rabb-ku!”

Lalu disampaikan dari Allah kepadanya, “Wahai Muhammad, masukkan ke surga di antara umatmu yang tanpa hisab dari pintu sebelah kanan dari sekian pintu surga, dan mereka adalah ikut memiliki hak bersama dengan manusia yang lain pada selain pintu tersebut dari pintu-pintu surga.”

Di dalam kisah ini, Rasulullah SAW juga menceritakan bahwa lebar jarak antara kedua sisi pintu surga itu, bagaikan jarak Makkah dan Hajar, atau seperti jarah Makkah dan Bushro. Hajar adalah nama kota besar pusat pemerintahan Bahrain. Sedangkan Bushro adalah kota di Syam. Bisa kita bayangkan, betapa tebalnya pintu-pintu surga itu..

Itulah sekelumit kisah nyata di masa depan ketika hari kiamat. Pada hari itu, Rasulullah SAW memberi syafa’at kepada ummatnya. Pada hari itu Rasulullah SAW menjadi sayyid (tuan)nya manusia. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad SAW.


http://idesmart.wordpress.com
{[['']]}

Syafa'at Nabi Muhammad

Syafa'at maknanya adalah perantaraan, atau lebih jelasnya "bantuan untuk memohonkan pertolongan kepada Allah." Syafa'at Nabi maksudnya mengharapkan Nabi Muhammad untuk menjadi perantara kita untuk memohonkan kebaikan (atau memohonkan untuk meringankan dosa-dosa kita) bagi kita kepada Allah di hari pengadilan nanti.

Banyak sekali hadits-hadits dari Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Malik Muwata, yang menuliskan tentang syafa'at Nabi Muhammad di hari pengadilan nanti. Syafa'at ini juga sering dikaitkan dengan Shalawat kepada Nabi Muhammad yang telah dibahas sebelumnya. Salah satu hadi yang paling terkenal menyatakan bahwa Nabi mengatakan bahwa siapapun yang tidak mau melakukan 'Yussallii ala al Nabi' (shalawat kepada Nabi, yang dimaknai dengan salah tersebut) tidak akan memperoleh syafa'at dari Nabi Muhammad di hari pengadilan nanti.

Namun faktanya konsep shalawat dan syafa'at ini memang sangat dipercayai secara umum dimayoritas masyarakat muslim. Sudah umum sekali pada khutbah sembahyang Jumat, khotib dengan bersemangat membahas syafa'at Nabi Muhammad ini – tanpa ada protes atau keberatan sama sekali dari mayoritas umat, hasilnya memang jadi menyesatkan, memimpin ke jalan yang salah!

Hadits-hadits lain mengindikasikan bahwa Nabi menekankan harapannya bahwa orang-orang yang beriman harus mengucapkan kata-kata shalawat kepadanya. Bukankah seharusnya kita berpikir dan merenungkan:

Benarkah Nabi Betul-Betul Meminta Shalawat Untuknya Kepada Orang-Orang Yang Beriman?

Bukankah ini sama juga bahwa Nabi minta diagung-agungkan, apakah Nabi seperti ini?

Logika sederhana mengatakan, tidak mungkin orang semulia Nabi minta kepada umatnya untuk mengagung-agungkan namanya.

Namun bagaimanapun juga kita harus selalu memeriksa kebenaran hal-hal seperti ini kepada Al-Qur'an! Apakah memang konsep syafa'at ini sesuai dengan ayat-ayat Qur'ani?

Jawaban dari Al-Qur'an yang insya Allah bukti kuat bahwa Nabi tidak mungkin meminta umatnya untuk (1) meng-agung2kannya kepadanya atau (2) meminta upah (kebaikan bagi dirinya) dari umatnya adalah:

Maa kaana libasyarin an yu/tiyahu Allaahu alkitaaba walHukma wannubuwwata tsumma yaquula linnaasi kuunuu 'ibaadan lii min duuni Allaahi walaakin kuunuu rabbaaniyyiina bimaa kuntum tu'allimuuna alkitaaba wabimaa kuntum tadrusuuna. (3:79)
Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al-Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah. " Akan tetapi (dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi pemyembah Allah, karena kamu selalu mengajarkan Al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. (3:79)

Wamaa tas-aluhum 'alayhi min ajrin in huwa illaa dzikrun lil'alamiina. (12:104)
Dan kamu sekali-kali tidak meminta upah kepada mereka (terhadap seruanmu ini), itu tidak lain hanyalah pengajaran bagi semesta alam. (12:104)

Fa-in tawallaytum famaa sa-altukum min ajrin in ajriya illaa 'alaa Allaahi wa umirtu an akuuna mina almuslimiina. (10:72)
"Jika kamu berpaling (dari peringatanku), aku tidak meminta upah sedikitpun dari padamu. Upahku datang dari Allah. Aku diperintahkan untuk menjadi orang yang berserah diri (kepada-Nya)." (10:72)

Qul maa as-alukum 'alayhi min ajrin wamaa anaa mina almutakallifiina. (38:86)
Katakanlah (hai Muhammad): "Aku tidak meminta upah sedikitpun kepadamu atas dakwahku; Dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan. (38:86)

Ayat 3:79 di atas insya Allah, memberikan pengertian kepada kita bahwa Nabi Allah, siapapun beliau, dan tentu juga Nabi Muhammad, tidak mungkin meminta orang-orang beriman memuja-mujanya, beribadah kepadanya. Sedangkan ayat 12:104, 10:72 dan 38:86, membuktikan bahwa NABI TIDAK PERNAH MEMINTA KEPADA ORANG-ORANG YANG BERIMAN apapun sebagai upah untuknya, sebagi upah baginya dalam menyampaikan pesan-pesan (ayat-ayat) Allah kepada mereka. Bukankah sangat terhormat dan sangat menghormati Nabi bila kita berpikir bahwa Nabi itu memang manusia pilihan Allah, yang tidak mungkin pergi kesana kemari mengatakan: "Lakukan ini bagiku" , atau "lakukan itu bagiku" atau "jika kamu tidak mengunjungi makamku aku tidak akan menjadi perantara kamu" atau kalau kamu tidak "shalawat kepadaku" aku tidak akan memberi syafa'at kepadamu.

Syafa'at – Ada atau Tidak Ada?

Percaya kepada syafa'at menimbulkan angan-angan. Bahwa Nabi, Rasul, Imam, atau orang yang dianggap suci bisa memberi syafa'at kepada umat Islam. Menurut Al-Qur'an, syafa'at hanya berlaku di akhirat. Manusia telah diperingatkan semenjak dari awal bahwa tidak ada syafa'at yang akan diterima dan juga tidak bermanfaat di hari pengadilan nanti, berikut ayat-Nya:

Wattaquu yawman laa tajzii nafsun 'an nafsin syai-an walaa yuqbalu minhaa syafaa'atun walaa yu/khatsu minhaa 'adlun walaa hum yunsharuuna. (2:48)
Dan jagalah dirimu dari (`azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikit pun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa`at dan tebusan daripadanya, dan tidaklah mereka akan ditolong. (2:48)

Wattaquu yawman laa tajzii nafsun 'an nafsin syai-an walaa yuqbalu minhaa 'adlun walaa tanfa'uhaa syafaa'atun walaa hum yunsharuuna. (2:123)
Dan takutlah kamu kepada suatu hari di waktu seseorang tidak dapat menggantikan seseorang lain sedikitpun dan tidak akan diterima suatu tebusan daripadanya dan tidak akan memberi manfaat sesuatu syafa'at kepadanya dan tidak ada seorangpun akan ditolong. (2:123)

Dari kedua ayat di atas, bisa diambil pengertian bahwa makna syafa'at adalah suatu pembelaan atau pertolongan kepada seseorang pada suatu hari (hari pengadilan). Namun jelas juga pada ayat 2:48 dikatakan bahwa "seseorang tidak dapat membela orang lain" ditekankan lagi pada 2:123 bahwa syafa'at tidak akan memberi manfaat kepada seseorang! Jelas kan! Bahwa Nabi juga hanya manusia biasa, bukan dewa, jadi beliaupun termasuk di dalam makna "seseorang tidak dapat membela orang lain."

Tidak Ada Syafa'at, Kalau Ada Hanya Akan Bikin Malas!

Syafa'at tidak diterima dan tidak bermanfaat karena pada hari itu tidak akan ada syafa'at, tidak ada jual beli, dan tidak ada persahabatan, untuk menolong. Tidak ada pertolongan langsung dari pihak manapun. Sebagaimana dinyatakan ayat berikut:

Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa`at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang lalim. (2:254)

Bukankah Allah Maha Benar? Dia Maha Tahu, umat muslim akan menjadi pemalas, kerjanya hanya berdoa memohon syafa'at Nabi saja BILA syafa'at Nabi atau siapapun ADA! Namun setan memang telah sangat berhasil menjerumuskan mayoritas muslim sehingga lebih mengimani Hadits yang hanya mengada-adakan kebohongan yang disandangkan kepada Nabi. Perhatikan kembali ayat 254 dari surat Al-Baqarah ini dibuka dengan peringatan Allah, perintah-Nya, kemudian ditutup dengan "tidak ada syafa'at." Tidakkah kita renungkan bahwa Allah menghendaki kita untuk bertakwa kepada-Nya, untuk takut kepada-Nya, patuh kepada perintah-Nya, dan dengan baiknya Dia memperingatkan kita bahwa di hari nanti tidak akan ada syafa'at.

Wa andzir bihi alladziina yakhaafuuna an yuHsyaruu ilaa rabbihim laysa lahum min duunihi waliyyun walaa syafii'un la'allahum yattaquuna. (6:51)
Dan berilah peringatan dengan apa yang diwahyukan itu kepada orang-orang yang takut akan dihimpunkan kepada Tuhannya (pada hari kiamat), sedang bagi mereka tidak ada seorang pelindung dan pemberi syafa'at pun selain daripada Allah, agar mereka bertakwa. (6:51)

Di Surat 6:51, Allah memberi instruksi untuk memberi peringatan dengan apa yang diwahyukan kepada Nabi (=Al-Qur'an) kepada orang-orang yang takut (takwa kepada Allah), dan kembali menekankan bahwa syafa'at itu hanya kepunyaan Allah, ditutup dengan kalimat "agar mereka bertakwa." Semua kalimat-Nya ini jelas dan tegas, harfiah dan tidak ada kebengkokan sama sekali!

Perantara Yang Diperkirakan Bisa Memberikan Syafa'at

Ada tiga golongan yang disebut di dalam Al-Qur'an yang dikira umat bisa memberikan syafa'at:

Yang disembah/diabdi selain Allah

Waya'buduuna min duuni Allaahi maa laa yadhurruhum walaa yanfa'uhum wayaquuluuna haa-ulaa-i syufa'a-unaa 'inda Allaahi qul atunabbi-uuna Allaaha bimaa laa ya'lamu fii assamaawaati walaa fii al-ardhi subHaanahu wata'alaa 'ammaa yushrikuuna. (10:18)
Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudaratan (kerugian) kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: "Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah." Katakanlah: "Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) di bumi?" Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka mempersekutukan (itu). (10:18)

Dengan menolak ajaran Allah dan mengambil ajaran lain diluar Al-Qur'an, seseorang terjerumus ke dalam kancah menyembah selain dari Allah. Jelasnya dia menyekutukan Allah yang sama dengan syirik atau musyrik. Mereka yang disembah itu dengan jelas tidak diberi kuasa untuk memberikan syafa'at sedikitpun oleh Allah. Ingat syirik, atau menduakan Allah dengan yang lain, adalah rajanya daripada segala dosa! Jadi tolonglah berhenti mempercayai fantasi bahwa Nabi Muhammad diberi kekuasaan untuk memberikan syafa'at. Renungkan juga dengan mempercayai Nabi Muhammad sebagai pemberi syafa'at sama saja dengan menuhankan beliau disisi Allah!

Tuhan-tuhan lain

Aattakhidzu min duunihi aalihatan in yuridni arraHmaanu bidhurrin laa tughni 'annii syafaa'atuhum syai-an walaa yunqidzuuni. (36:23)
Mengapa aku akan menyembah tuhan-tuhan selain-Nya, jika (Allah) Yang Maha Pemurah menghendaki kemudaratan terhadapku, niscaya syafa'at mereka tidak memberi manfaat sedikitpun bagi diriku dan mereka tidak (pula) dapat menyelamatkanku? (36:23)

Siapa atau apa saja yang diambil oleh seseorang sebagai mempunyai kuasa seperti Tuhan, dia dikategorikan sebagai orang yang mengambil tuhan selain daripada Dia. Siapapun, tuhan manapun selain Allah tidak akan mampu untuk membatalkan keputusan Allah.

Orang-orang (alim) yang disangka sekutu bagi Allah

Walaqad ji/tumuunaa furaadaa kamaa khalaqnaakum awwala marratin wataraktum maa khawwalnaakum waraa-a dzuhuurikum wamaa naraa ma'akum syufa'aakumu alladziina za'amtum annahum fiikum syurakaa-u laqad taqath-tha'a baynakum wadhalla 'ankum maa kuntum taz'umuuna. (6:94)
Dan sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri-sendiri sebagaimana kamu Kami ciptakan pada mulanya, dan kamu tinggalkan di belakangmu (di dunia) apa yang telah Kami kurniakan kepadamu; dan Kami tiada melihat besertamu pemberi syafa'at yang kamu anggap bahwa mereka itu sekutu-sekutu Tuhan di antara kamu. Sungguh telah terputuslah (pertalian) antara kamu dan telah lenyap daripada kamu apa yang dahulu kamu anggap (sebagai sekutu Allah). (6:94)

Di Surat Al-An'am (QS 6) ayat 94 di atas jelas dinyatakan bahwa di hari pengadilan nanti kita akan mempertanggung-jawabkan semua amal perbuatan kita sendiri-sendiri, tidak ada pemberi syafa'at yang kita angankan akan ada menemani kita di hadapan Allah, tidak ada yang membela kita selain semua amalan kebaikan kita sendiri.

Hanya Allah-lah Pemberi Syafa'at

Syafa'at adalah kepunyaan Allah semata, kuasa-Nya. Semua selain Dia, apakah itu Malaikat, Nabi, atau Rasul, tidak mempunyai kekuasaan langsung untuk memberikan syafa'at, sesuai firman-Nya:

Allaahu alladzii khalaqa assamaawaati wal-ardha wamaa baynahumaa fii sittati ayyaamin tsumma istawaa 'alaa al'arsyi maa lakum min duunihi min waliyyin walaa syafii'in afalaa tatadzakkaruuna. (32:4)
Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas `arsy. Tidak ada bagi kamu selain daripada-Nya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa`at. Maka apakah kamu tidak memperhatikan? (32:4)

Qul lillaahi asy-syafaa'atu jamii'an lahu mulku assamaawaati wal-ardhi tsumma ilayhi turja'uuna. Wa-idzaa dzukira Allaahu waHdahu isyma-azzat quluubu alladziina laa yu/minuuna bil-aakhirati wa-idzaa dzukira alladziina min duunihi idzaa hum yastabsyiruuna. (39:44-45)
Katakanlah: "Hanya kepunyaan Allah syafa'at itu semuanya. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nya lah kamu dikembalikan". Dan apabila HANYA NAMA ALLAH saja yang disebut, kesallah hati orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat; dan apabila nama sembahan-sembahan selain Allah yang disebut, tiba-tiba mereka bergirang hati. (39:44-45)

Perhatikan di (39:44) syafa'at itu SEMUANYA (jamii'an) kepunyaan Allah, sama sekali tidak disisakan untuk Nabi, Malaikat, dan siapapun. Yang menarik di ayat berikutnya Allah menekankan bahwa kalau HANYA NAMA ALLAH saja yang disebut, kebanyakan manusia jadi kesal, manusia-manusia seperti ini disebut sebagai orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat!! Mudah2an kita tidak termasuk kepada golongan ini, insya Allah, caranya mudah: "Berhentilah mempercayai fantasi bahwa Nabi atau siapapun akan memberi syafa'at" atau lebih prinsipnya "berhenti mempersekutukan Allah."

Syafa'at Kalaupun Ada Dari Selain Allah, Pasti Melalui Izin-NYA

Ada ayat Al-Qur'an, surat Yunus (QS 10) ayat 3 dan surat An-Najm (QS 53) ayat 26, yang menyatakan bahwa bisa saja Allah memberi kuasa syafa'at kepada yang lain, namun harus betul-betul dimaknai sebagai berikut: Hal ini hanya atas seizin-Nya, HANYA ATAS SE-IZIN ALLAH.

Berlaku umum, tidak terbatas hanya kepada Nabi, Malaikat, bisa kepada siapa saja, karena memang tidak disebut secara khusus izin-Nya kepada siapa, cukup adil kalau kita memaknai bahwa izin-Nya bisa saja kepada Nabi-Nabi-Nya (tidak terbatas kepada Nabi Muhammad) atau bahkan kepada orang biasa (tentu saja orang yang diridhoi-Nya dengan kualitas sesuai dengan kualifikasi yang memenuhi persyaratan sebagai orang yang saleh dengan kriteria Al-Qur'an dari Allah), sekali lagi ini pendapat saya yang bisa saja salah.

Inna rabbakumu Allaahu alladzii khalaqa assamaawaati wal-ardha fii sittati ayyaamin tsumma istawaa 'alaa al'arsyi yudabbiru al-amra maa min syafii'in illaa min ba'di idznihi dzaalikumu Allaahu rabbukum fa'buduuhu afalaa tadzakkaruuna. (10:3)
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas Arasy untuk mengatur segala urusan. Tiada seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Zat) yang demikian itulah Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia. Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran? (10:3)

Wakam min malakin fii assamaawaati laa tughnii syafaa'atuhum syai-an illaa min ba'di an ya/dzana Allaahu liman yasyaa-u wayardhaa. (53:26)
Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafa'at mereka sedikitpun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridai (Nya). (53:26)

Syafa'at Yang Sebenarnya!

Syafa'at sebenar-benarnya adalah dari diri sendiri, dari amalan perbuatan kita sendiri, masing-masing! Manusia yang berbuat banyak amalan baik otomatis amalan baiknya itulah yang menjadi syafa'atnya, sedang manusia yang berbuat banyak amalan buruk, syafa'atnya otomatis buruk pula hasilnya! Coba renungkan ayat berikut.

Man yasyfa' syafaa'atan Hasanatan yakun lahu nashiibun minhaa waman yasyfa' syafaa'atan sayyi-atan yakun lahu kiflun minhaa wakaana Allaahu 'alaa kulli syay-in muqiitan. (4:85)
Barang siapa yang memberikan syafa`at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. Dan barang siapa yang memberi syafa`at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (4:85)

Jelas dari An-Nisa (QS 4) ayat 85 tersebut bahwa syafa'at yang sebenar-sebenarnya adalah dari diri kita MASING-MASING, dari amalan perbuatan setiap individu sendiri, catatan perbuatan atau tindakan nyata, bukan hanya doa-doa dan ritual tapi perbuatan nyata.

Mudahnya seperti pada Surat Al-A'raf (QS 7) ayat 8 dan 9 di bawah, bahwa di hari pengadilan nanti yang jadi pertimbangan utama adalah yang DIUKUR dengan DITIMBANG atau DIBANDINGKAN adalah AMALAN KEBAIKAN lawan AMALAN KEBURUKAN setiap individu. Ditekankan diakhir ayat 9 surat 7 ini bahwa salah sendiri kalau timbangan kebaikannya ringan (sedikit) itu karena orang tersebut selalu mengingkari ayat-ayat Allah, ayat-ayat dari Al-Qur'an, bukan dari buku-buku yang lain kan?

Walwaznu yawma-idzini alHaqqu faman thaqulat mawaaziinuhu fa ulaa-ika humu almufliHuuna. Waman khaffat mawaaziinuhu fa ulaa-ika alladziina khasiruu anfusahum bimaa kaanuu bi-aayaatinaa yadzlimuuna. (7:8-9)
Timbangan pada hari itu ialah kebenaran (keadilan), maka barang siapa berat timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan siapa yang ringan timbangan kebaikannya, maka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, disebabkan mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami. (7:8-9)

Contoh dari ayat-ayat bagi syafa'at yang baik adalah sebagaimana di bawah ini:

Mengambil perjanjian dengan Tuhan

Dan Kami akan menghalau orang-orang yang durhaka ke neraka Jahanam dalam keadaan dahaga. Mereka tidak berhak mendapat syafa'at kecuali orang yang telah mengadakan perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah. (19:86-87)

Orang-orang yang berdosa tidak ada hak untuk mendapat syafa'at!!!

Allah meridhoi perkataannya

Yawma-idzin laa tanfa'u asy-syafaa'atu illaa man adzina lahu arraHmaanu waradhiya lahu qawlaan. (20:109)
Pada hari itu tidak berguna syafa'at, kecuali (syafa'at) orang yang Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia telah meridai perkataannya. (20:109)

Walaa tanfa'u asy-syafaa'atu 'indahu illaa liman adzina lahu Hattaa idzaa fuzzi'a 'an quluubihim qaaluu maadzaa qaala rabbukum qaaluu alHaqqa wahuwa al'aliyyu alkabiiru. (34:23)
Dan tiadalah berguna syafa'at di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafa'at itu, sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata: "Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhan-mu?" Mereka menjawab: "(Perkataan) yang benar", dan Dia-lah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar. (34:23)

Takut kepada-Nya

Ya'lamu maa bayna aydiihim wamaa khalfahum walaa yasyfa'uuna illaa limani irtadhaa wahum min khasy-yatihi musyfiquuna. (21:28)
Allah mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafa'at melainkan kepada orang yang diridai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya. (21:28)

Takut kepada-Nya bermakna taat dan patuh kepada perintah dan larangan-Nya, yang semuanya tertulis di dalam Al-Qur'an.

Kesaksian pada yang benar dan meyakini (Nya)

Walaa yamliku alladziina yad'uuna min duunihi asy-syafaa'ata illaa man syahida bilHaqqi wahum ya'lamuuna. (43:86)
Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah tidak dapat memberi syafa'at; akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa'at ialah) orang yang bersaksi kepada yang hak dan mereka meyakini (Nya). (43:86)

Mengharapkan syafa'at dari orang lain, betapapun mulianya orang tersebut dalam pandangan kita, hanya akan menghasilkan kemalasan dan jauh dari takwa kepada Allah.

Mudah-mudahan dengan uraian yang panjang lebar tentang syafa'at ini, kita semua berhenti mengimani hadits yang menyatakan bahwa umat muslim akan mendapatkan syafa'at dari Nabi Muhammad, bila kita selalu bershalawat kepada Nabi. Ternyata dengan jelas dinyatakan bahwa syafa'at yang pasti berasal dari diri kita masing-masing dalam bentuk amalan baik atau perbutan dan tindakan nyata kita mengamalkan perintah-perintah dan larangan dari Allah yang maha kuasa.

Sebagai penutup mudah-mudahan uraian yang panjang lebar tersebut memberi berkah dan menambah ilmu kita masing-masing:

Maka Maha Tinggi Allah Raja Yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al Qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." (20:114)

Oleh : allah-semata.org
{[['']]}

Sejarah Idul Adha (Diambil Dari Kisah Nabi Ibrahim Dengan Anaknya Nabi Ismail)

Pada suatu hari, Nabi Ibrahim AS menyembelih kurban fisabilillah berupa 1.000 ekor domba, 300 ekor sapi, dan 100 ekor unta. Banyak orang mengaguminya, bahkan para malaikat pun terkagum-kagum atas kurbannya.

“Kurban sejumlah itu bagiku belum apa-apa. Demi Allah! Seandainya aku memiliki anak lelaki, pasti akan aku sembelih karena Allah dan aku kurbankan kepada-Nya,” kata Nabi Ibrahim AS, sebagai ungkapan karena Sarah, istri Nabi Ibrahim belum juga mengandung.

Kemudian Sarah menyarankan Ibrahim agar menikahi Hajar, budaknya yang negro, yang diperoleh dari Mesir. Ketika berada di daerah Baitul Maqdis, beliau berdoa kepada Allah SWT agar dikaruniai seorang anak, dan doa beliau dikabulkan Allah SWT. Ada yang mengatakan saat itu usia Ibrahim mencapai 99 tahun. Dan karena demikian lamanya maka anak itu diberi nama Isma'il, artinya "Allah telah mendengar". Sebagai ungkapan kegembiraan karena akhirnya memiliki putra, seolah Ibrahim berseru: "Allah mendengar doaku".

Ketika usia Ismail menginjak kira-kira 7 tahun (ada pula yang berpendapat 13 tahun), pada malam tarwiyah, hari ke-8 di bulan Dzulhijjah, Nabi Ibrahim AS bermimpi ada seruan, “Hai Ibrahim! Penuhilah nazarmu (janjimu).”
Pagi harinya, beliau pun berpikir dan merenungkan arti mimpinya semalam. Apakah mimpi itu dari Allah SWT atau dari setan? Dari sinilah kemudian tanggal 8 Dzulhijah disebut sebagai hari tarwiyah (artinya, berpikir/merenung).

Pada malam ke-9 di bulan Dzulhijjah, beliau bermimpi sama dengan sebelumnya. Pagi harinya, beliau tahu dengan yakin mimpinya itu berasal dari Allah SWT. Dari sinilah hari ke-9 Dzulhijjah disebut dengan hari ‘Arafah (artinya mengetahui), dan bertepatan pula waktu itu beliau sedang berada di tanah Arafah.

Malam berikutnya lagi, beliau mimpi lagi dengan mimpi yang serupa. Maka, keesokan harinya, beliau bertekad untuk melaksanakan nazarnya (janjinya) itu. Karena itulah, hari itu disebut denga hari menyembelih kurban (yaumun nahr). Dalam riwayat lain dijelaskan, ketika Nabi Ibrahim AS bermimpi untuk yang pertama kalinya, maka beliau memilih domba-domba gemuk, sejumlah 100 ekor untuk disembelih sebagai kurban. Tiba-tiba api datang menyantapnya. Beliau mengira bahwa perintah dalam mimpi sudah terpenuhi. Untuk mimpi yang kedua kalinya, beliau memilih unta-unta gemuk sejumlah 100 ekor untuk disembelih sebagai kurban. Tiba-tiba api datang menyantapnya, dan beliau mengira perintah dalam mimpinya itu telah terpenuhi.

Pada mimpi untuk ketiga kalinya, seolah-olah ada yang menyeru, “Sesungguhnya Allah SWT memerintahkanmu agar menyembelih putramu, Ismail.” Beliau terbangun seketika, langsung memeluk Ismail dan menangis hingga waktu Shubuh tiba. Untuk melaksanakan perintah Allah SWT tersebut, beliau menemui istrinya terlebih dahulu, Hajar (ibu Ismail). Beliau berkata, “Dandanilah putramu dengan pakaian yang paling bagus, sebab ia akan kuajak untuk bertamu kepada Allah.” Hajar pun segera mendandani Ismail dengan pakaian paling bagus serta meminyaki dan menyisir rambutnya.

Kemudian beliau bersama putranya berangkat menuju ke suatu lembah di daerah Mina dengan membawa tali dan sebilah pedang. Pada saat itu, Iblis terkutuk sangat luar biasa sibuknya dan belum pernah sesibuk itu. Mondar-mandir ke sana ke mari. Ismail yang melihatnya segera mendekati ayahnya.

“Hai Ibrahim! Tidakkah kau perhatikan anakmu yang tampan dan lucu itu?” seru Iblis.
“Benar, namun aku diperintahkan untuk itu (menyembelihnya),” jawab Nabi Ibrahim AS.
Setelah gagal membujuk ayahnya, Iblsi pun datang menemui ibunya, Hajar. “Mengapa kau hanya duduk-duduk tenang saja, padahal suamimu membawa anakmu untuk disembelih?” goda Iblis.

“Kau jangan berdusta padaku, mana mungkin seorang ayah membunuh anaknya?” jawab Hajar.

“Mengapa ia membawa tali dan sebilah pedang, kalau bukan untuk menyembelih putranya?” rayu Iblis lagi.

“Untuk apa seorang ayah membunuh anaknya?” jawab Hajar balik bertanya.
“Ia menyangka bahwa Allah memerintahkannya untuk itu”, goda Iblis meyakinkannya.
“Seorang Nabi tidak akan ditugasi untuk berbuat kebatilan. Seandainya itu benar, nyawaku sendiri pun siap dikorbankan demi tugasnya yang mulia itu, apalagi hanya dengan mengurbankan nyawa anaku, hal itu belum berarti apa-apa!” jawab Hajar dengan mantap.

Iblis gagal untuk kedua kalinya, namun ia tetap berusaha untuk menggagalkan upaya penyembelihan Ismail itu. Maka, ia pun menghampiri Ismail seraya membujuknya, “Hai Isma’il! Mengapa kau hanya bermain-main dan bersenang-senang saja, padahal ayahmu mengajakmu ketempat ini hanya untk menyembelihmu. Lihat, ia membawa tali dan sebilah pedang,”

“Kau dusta, memangnya kenapa ayah harus menyembelih diriku?” jawab Ismail dengan heran. “Ayahmu menyangka bahwa Allah memerintahkannya untuk itu” kata Iblis meyakinkannya.

“Demi perintah Allah! Aku siap mendengar, patuh, dan melaksanakan dengan sepenuh jiwa ragaku,” jawab Ismail dengan mantap.
Ketika Iblis hendak merayu dan menggodanya dengan kata-kata lain, mendadak Ismail memungut sejumlah kerikil ditanah, dan langsung melemparkannya ke arah Iblis hingga butalah matanya sebelah kiri. Maka, Iblis pun pergi dengan tangan hampa. Dari sinilah kemudian dikenal dengan kewajiban untuk melempar kerikil (jumrah) dalam ritual ibadah haji.

Sesampainya di Mina, Nabi Ibrahim AS berterus terang kepada putranya, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?…” (QS. Ash-Shâffât, [37]: 102).
“Ia (Ismail) menjawab, ‘Hai bapakku! Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah! Kamu mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar” (QS. Ash-Shâffât, [37]: 102).

Mendengar jawaban putranya, legalah Nabi Ibrahim AS dan langsung ber-tahmid (mengucapkan Alhamdulillâh) sebanyak-banyaknya.
Untuk melaksanakan tugas ayahnya itu Ismail berpesan kepada ayahnya, “Wahai ayahanda! Ikatlah tanganku agar aku tidak bergerak-gerak sehingga merepotkan. Telungkupkanlah wajahku agar tidak terlihat oleh ayah, sehingga tidak timbul rasa iba. Singsingkanlah lengan baju ayah agar tidak terkena percikan darah sedikitpun sehingga bisa mengurangi pahalaku, dan jika ibu melihatnya tentu akan turut berduka.”

“Tajamkanlah pedang dan goreskan segera dileherku ini agar lebih mudah dan cepat proses mautnya. Lalu bawalah pulang bajuku dan serahkan kepada agar ibu agar menjadi kenangan baginya, serta sampaikan pula salamku kepadanya dengan berkata, ‘Wahai ibu! Bersabarlah dalam melaksanakan perintah Allah.’ Terakhir, janganlah ayah mengajak anak-anak lain ke rumah ibu sehingga ibu sehingga semakin menambah belasungkawa padaku, dan ketika ayah melihat anak lain yang sebaya denganku, janganlah dipandang seksama sehingga menimbulka rasa sedih di hati ayah,” sambung Isma'il.

Setelah mendengar pesan-pesan putranya itu, Nabi Ibrahim AS menjawab, “Sebaik-baik kawan dalam melaksanakan perintah Allah SWT adalah kau, wahai putraku tercinta!”

Kemudian Nabi Ibrahim as menggoreskan pedangnya sekuat tenaga ke bagian leher putranya yang telah diikat tangan dan kakinya, namun beliau tak mampu menggoresnya.

Ismail berkata, “Wahai ayahanda! Lepaskan tali pengikat tangan dan kakiku ini agar aku tidak dinilai terpaksa dalam menjalankan perintah-Nya. Goreskan lagi ke leherku agar para malaikat megetahui bahwa diriku taat kepada Allah SWT dalam menjalan perintah semata-mata karena-Nya.”


Nabi Ibrahim as melepaskan ikatan tangan dan kaki putranya, lalu beliau hadapkan wajah anaknya ke bumi dan langsung menggoreskan pedangnya ke leher putranya dengan sekuat tenaganya, namun beliau masih juga tak mampu melakukannya karena pedangnya selalu terpental. Tak puas dengan kemampuanya, beliau menghujamkan pedangnya kearah sebuah batu, dan batu itu pun terbelah menjadi dua bagian. “Hai pedang! Kau dapat membelah batu, tapi mengapa kau tak mampu menembus daging?” gerutu beliau.


Atas izin Allah SWT, pedang menjawab, “Hai Ibrahim! Kau menghendaki untuk menyembelih, sedangkan Allah penguasa semesta alam berfirman, ‘jangan disembelih’. Jika begitu, kenapa aku harus menentang perintah Allah?”


Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata (bagimu). Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS. Ash-Shâffât, [37]: 106)

Menurut satu riwayat, bahwa Ismail diganti dengan seekor domba kibas yang dulu pernah dikurbankan oleh Habil dan selama itu domba itu hidup di surga. Malaikat Jibril datang membawa domba kibas itu dan ia masih sempat melihat Nabi Ibrahim AS menggoreskan pedangnya ke leher putranya. Dan pada saat itu juga semesta alam beserta seluruh isinya ber-takbir (Allâhu Akbar) mengagungkan kebesaran Allah SWT atas kesabaran kedua umat-Nya dalam menjalankan perintahnya. Melihat itu, malaikai Jibril terkagum-kagum lantas mengagungkan asma Allah, “Allâhu Akbar, Allâhu Akbar, Allâhu Akbar”. Nabi Ibrahim AS menyahut, “Lâ Ilâha Illallâhu wallâhu Akbar”. Ismail mengikutinya, “Allâhu Akbar wa lillâhil hamd”. Kemudian bacaan-bacaan tersebut dibaca pada setiap hari raya kurban (Idul Adha).

Sumber: Nasiruddin, S.Ag, MM, 2007, Kisah Orang-Orang Sabar, Republika, Jakarta (dengan beberapa perubahan)
{[['']]}

Qasidah

Diberdayakan oleh Blogger.
Facebook Twitter LinkedIn Google Plus RSS Feed Favorites More

Popular Posts

Followers

get this
 
Copyright © 2011 - TeDjo's Blog
Created by : Teguh Rahardjo's Blogger